Ngawi, beritaplus.id – Kepolisian Resor (Polres) Ngawi, Polda Jawa Timur, berhasil mengungkap kasus penjualan ilegal pupuk bersubsidi lintas daerah. Sebanyak tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka dengan barang bukti 17,8 ton pupuk NPK jenis Phonska.
Kapolres Ngawi AKBP Charles Pandapotan Tampubolon, S.I.K., S.H., M.H., mengatakan pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat terkait adanya distribusi pupuk bersubsidi yang diduga tidak sesuai aturan.
Baca juga: Ahmad Effendy Noor, Direktur PT Nividia Pratama Divonis 1,6 Tahun di Kasus Pupuk Ilegal
“Dua unit truk bermuatan pupuk, dengan total 356 sak atau sekitar 17,8 ton, berhasil kami amankan bersama para tersangka,” ujar AKBP Charles saat konferensi pers di Mapolres Ngawi, Minggu (17/8/2025).
Hasil penyelidikan Satreskrim Polres Ngawi menemukan dua truk bernopol M 9587 UN dan M 8735 UP yang mengangkut pupuk bersubsidi di Jalan Ahmad Yani, Ngawi, pada 30 Juli 2025 sekitar pukul 05.45 WIB.
Kedua sopir, berinisial MR (37) dan AF (30), warga Sampang, mengaku mendapat perintah dari B, juga asal Sampang. Pupuk tersebut didapat dari wilayah Probolinggo untuk dijual di Ngawi dengan harga Rp180 ribu per sak. Padahal, harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi hanya Rp115 ribu per sak.
Baca juga: Pembelaan Direktur PT Nividia Pratama di Kasus Pupuk Ilegal
Dari hasil pemeriksaan, B memperoleh pupuk dari NH di Probolinggo. NH membeli dari ZA, yang semula hanya menyediakan tujuh kuintal. Untuk melengkapi pesanan, ZA berkoordinasi dengan M yang menyediakan delapan ton, serta ZH yang menambah 9,1 ton pupuk.
Menurut Kapolres, pupuk tersebut merupakan sisa jatah kelompok tani (gapoktan) yang tidak diambil, sehingga penyalahgunaan terjadi di luar Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
Baca juga: Pabrik Pupuk di Lamongan Diduga Pakai Oli Bekas
“Kasus ini masih kami kembangkan untuk mengungkap seluruh jaringan. Polres Ngawi berkomitmen memberantas praktik ilegal yang merugikan petani,” tegas Kapolres Ngawi.
Saat ini, ketujuh tersangka ditahan di Polres Madiun dan menjalani proses hukum lebih lanjut.(*)
Editor : Redaksi