Pasuruan, beritaplus.id | Sidang kesembilan perkara sengketa lahan di Dusun Asem Jajar, Desa Randu Gong, Kecamatan Kejayan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bangil, Rabu (26/11/2025). Dengan agenda sidang penambahan alat bukti dan pemeriksaan saksi yang diajukan dari pihak tergugat.
Gugatan melibatkan Hasanah Binti H. Usman selaku penggugat melawan Siti Jamilah, Khoiran, dan Sukron sebagai tergugat. Obyek sengketa berupa lahan seluas 6.800 meter persegi tercatat dalam Peta Blok 14 Nomor 7 Desa Randu Gong.
Baca juga: PN Bangil Kembali Gelar Sidang Praperadilan Termohon Polres Pasuruan Kota
Pengacara penggugat, Andreas Wiusan dan Alwi Zain meragukan keterangan saksi yang diajukan tergugat. Mereka menilai keterangan saksi janggal dan tidak logis.
"Menurut kami, pengakuan saksi sangat dipaksakan. Ia mengaku buta huruf, tetapi dapat mengetahui nama dalam Letter C maupun sertifikat. Selain itu, ia bukan keluarga tergugat dan hanya mengetahui cerita dari H. Fattah saat itu,"ujar Andreas seusai sidang.
Pihaknya menegaskan, bahwa saat ini di kantor Desa Randu Gong tidak terdapat Letter C karena dokumen tersebut sudah rusak, dan hanya tersisa peta blok.
Mustar alias H. Badrus, (63), mengaku kenal dengan perusahaan para tergugat sebagai tetangga. Di hadapan majelis hakim, ia membantah adanya transaksi jual beli tanah antara almarhum H. Fattah (orang tua tergugat) dan H. Usman.
Menurut keterangannya, yang terjadi pada tahun 1981 adalah akad pinjam uang sebesar Rp1,5 juta dari H. Fattah kepada H. Usman untuk keperluan pernikahan anaknya, Hafid. Uang tersebut disebutkan sebagai dasar gadai tanah, bukan jual beli.
Saksi menyebut, pada tahun 1991, H. Fattah pernah berusaha menebus kembali tanah tersebut, namun H. Usman meminta pengembalian sebesar Rp2,5 juta. Saat ini tanah tersebut dikuasai pihak penggugat. Ia juga mengaku pernah melihat Letter C atas nama H. Fattah di kantor Desa Randu Gong saat diajak oleh Siti Jamilah.
Sidang ditunda, kembali dijadwalkan pada Rabu depan pukul 08.30 WIB, dengan agenda pemeriksaan lokasi (sidang setempat) di area lahan sengketa di Desa Randu Gong. Hal itu diperlukan untuk meningkatkan aksesibilitas keadilan bagi masyarakat. Terutama bagi mereka mencari keadilan. (Jin)
Editor : Redaksi