Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan mengalami bencana alam, seperti gerakan tanah dan gempa bumi. Melansir laman databoks.katadata.co.id, berdasarkan laporan World Risk Report 2022 yang dirilis Bündnis Entwicklung Hilft dan IFHV of the Ruhr-University Bochum mengungkapkan, bahwa Indonesia sebagai salah satu negara paling rawan bencana di dunia. Dari 193 negara yang dinilai, Indonesia tercatat sebagai negara kedua yang paling berisiko terkena bencana di dunia.
Diantara upaya yang efektif dalam melakukan mitigasi dan pengurangan risiko bencana alam adalah dengan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat melalui implementasi sistem peringatan dini, dengan melibatkan partisipasi aktif komunitas wilayah terdampak. Menyadari hal tersebut, sampai saat ini Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan 23 SNI tentang kebencanaan, yang mencakup sistem peringatan dini dan penanggulangan bencana. Bahkan, di forum standardisasi internasional, Indonesia juga terlibat aktif dalam mengusulkan rancangan standar terkait kebencanaan dengan mengacu pada SNI yang telah ada agar dapat meluas pemanfaatannya menjadi referensi internasional.
Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Hendro Kusumo, di Jakarta, Jumat (5/4/2024) mengatakan, usulan Indonesia mengenai Community Based-Tsunami Early Warning System disetujui dan ditetapkan pada tahun 2023 menjadi standar internasional di forum organisasi standardisasi internasional (ISO) sebagai ISO 22328-3 Security and resilience — Emergency management — Part 3: Guidelines for the implementation of a community-based early warning system for tsunamis.
ISO 22328-3 sendiri awal rancangan standarnya disusun dan diajukan oleh Indonesia dengan menjadikan SNI 8840-2:2020 Sistem peringatan dini bencana – Bagian 2:Tsunami, sebagai acuan dasar. SNI tersebut dirumuskan oleh Komite Teknis 13-08 Penanggulangan Bencana. “Proses panjang pengajuan usulan ISO 22328-3 sebagai pembelajaran berharga bagi Indonesia dalam membangun Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS) dan 6 (enam) komponen utama yang menjadi kebutuhan dalam community based TEWS,” jelas Hendro.
Enam komponen tersebut adalah 1) penilaian risiko, pemetaan risiko, dan komunikasi risiko; 2) edukasi publik dan latihan evaluasi (secara berkala); 3) pembentukan tim tugas lokal dan rencana kontingensi di tingkat desa; 4) pemasangan perangkat instrumen peringatan dini: observasi-pemrosesan-penyebaran; 5) penguatan kerangka institusional-koordinasi-pemakaian tanggung jawab; serta 6) evaluasi untuk perbaikan.
SNI 8840-2:2020 dirumuskan untuk melengkapi panduan penerapan sistem peringatan dini bencana di kawasan rawan tsunami. Standar ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan peningkatan pengetahuan risiko tsunami, diseminasi dan komunikasi risiko tsunami, pemantauan dan diseminasi peringatan dini, dan kemampuan respon dalam menghadapi bencana tsunami.
Implementasi layanan peringatan dini ini sejalan dengan Kerangka Sendai 2015-2030 Prioritas Nomor 4 yaitu “Meningkatkan kesiapsiagaan untuk respon yang efektif, dan membangun kembali yang lebih baik dalam pemulihan rehabilitasi dan rekonstruksi”.
“Prioritas keempat, menekankan pada peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dalam merespon peristiwa bencana secara efektif, dengan mengimplementasikan dan meningkatkan layanan diseminasi informasi dan peringatan dini bencana tsunami pada tingkat lokal maupun nasional,” jelas Hendro.
Sebelum ISO 22328-3 ditetapkan, tahun-tahun sebelumnya Indonesia juga melalui Komite Teknis 13-08 telah mengusulkan serta menjadi Project Leader untuk 3 standar ISO lainnya, yaitu:
1. ISO 22327:2018, Security and resilience Emergency management Guidelines for implementation of a community-based landslide early warning system;
2. ISO 22328-1:2020, Security and resilience Emergency management Part 1: General guidelines for the implementation of a community-based disaster early warning system;
3. ISO/DIS 22328-2, Security and resilience Emergency management Part 2: Guidelines for the implementation of a community-based early warning system for landslides
Dengan mengusulkan draft standar internasional, maka secara langsung Indonesia juga ditunjuk sebagai Project Leader. “Mulai dari tahun 2015, ISO telah menunjuk Prof. Faisal Fathani selaku Project Leader dan Convenor dari ISO/TC 292/SC 1/WG 1 sampai akhir tahun 2025,” tutur Hendro.
Prof. Faisal Fathani merupakan salah satu pakar kebencanaan Indonesia yang juga penemu sistem peringatan bencana sedimen dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Saat ini, kaa Hendro, Indonesia juga sedang mengusulkan perubahan standar ISO lainnya, dan masih di tahap draft standar internasional (DIS) yaitu ISO/DIS 22328-2 Security and resilience — Emergency management — Part 2: Guidelines for the implementation of a community-based landslide early warning system.
Capaian ini merupakan kontribusi Indonesia terhadap dunia internasional yang dihasilkan berkat sinergi dan kolaborasi yang solid antara BSN, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan UGM serta pemangku kepentingan utama lainnya dalam mengusung SNI menjadi Standar Internasional di forum ISO.
“Ditetapkannya SNI kebencanaan menjadi standar ISO menjadi bukti, sekaligus dapat dijadikan sebagai momentum bagi Indonesia untuk semakin meningkatkan kontribusi dan kemampuannya dalam penyusunan dan pengembangan standar internasional sehingga kepentingan Indonesia terutama terkait kebencanaan dapat terwakili. Selain itu, dapat mengurangi dampak korban jiwa dan harta benda akibat terjadinya bencana. Tidak hanya untuk Indonesia yang terkenal sebagai wilayah rawan aneka kebencanaan tetapi juga bagi dunia secara keseluruhan,” pungkas Hendro.
*Jakarta, 5 April 2024*
*Kontak Narahubung:*
Pranata Humas Ahli Muda BSN
Arif Widyantoro
Email: [email protected]
Editor : Ida Djumila