Pasuruan - beritaplus.id | Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Darwanto mengancam para saksi dengan pasal keterangan palsu. Dari 10 orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kabupaten Pasuruan. 9 orang saksi yang hadir memberikan keterangan di persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (5/7/2024). Hakim menilai para saksi berbelit-belit dalam memberikan kesaksian.
"Saudara sudah disumpah untuk memberikan keterangan. Kalau berbohong bisa diancam memberikan keterangan palsu ada pidananya. Saya bisa perintahkan jaksa untuk penjarakan bapak dan ibu," tegasnya.
Beberapa kali, majelis hakim menegur para saksi untuk memberikan keterangan yang jelas. "Kenapa para saksi ini seperti tertekan dalam memberikan keterangan seperti ada sesuatu yang di tutup-tutupi," kata Darminto.
Dari keterangan para saksi yang dihadirkan JPU. Majelis hakim menilai para saksi takut memberikan keterangan sehingga keterangan saksi yang disampaikan di depan pengadilan jadi mengambang.
"Saya ingatkan lagi saudara saksi untuk memberikan keterangan benar dan jelas. Jangan ragu menjawab yang saudara ketahui," tegasnya lagi.
Disidang sebelumnya, JPU Kejari Kabupaten Pasuruan menghadirkan 12 orang saksi dari pegawai BPKPD Kabupaten Pasuruan. Kali ini, JPU kembali menghadirkan 9 saksi terdiri dari empat orang Kasubdit di bidang Pengendalian, Penagihan, dan Pengembangan Pendapatan (P4), Kepala UPT I, dan empat orang staff di bidang P4 BPKPD Kabupaten Pasuruan.
Dalam dakwaan sebelumnya, JPU memaparkan bahwa total uang dari pemotongan insentif tanpa seizin penerima itu, sangat fantastis. Uang negara yang dibayarkan kepada para pegawai itu begitu besar nilainya, dan total uang hasil pemotongan mencapai lebih dari Rp 1 miliar.
Dalam surat dakwaan JPU, terungkap bahwa dana insentif penerimaan retribusi dan pajak triwulan keempat 2023 senilai Rp 5.354.945.100. Sedangkan insentif pegawai BPKPD sendiri mencapai Rp 4.955.977.430.
Sebagian dana tersebut kemudian dialokasikan untuk membayar PPh 21 iuran BPJS. Selebihnya, merupakan jatah para pegawai bidang P3, bidang P4, UPT Wilayah I dan UPT Wilayah II yang sebenarnya sebesar Rp 2.861.714.000.
Namun, uang yang seharusnya dibayarkan tidak utuh. Atas perintah terdakwa, para pegawai tersebut hanya menerima insentif dengan besaran alokasi senilai Rp 2.224.702.000.
Sedangkan duit hasil potongan sejumlah Rp605.870.000, Sebagian disisihkan untuk undian ibadah umrah dan undian berhadiah khusus untuk penerima insentif pada bidang P3, bidang P4, UPT Wilayah I,
Dari seluruh uang tersebut, Khasani hanya memberikan uang tunai sejumlah Rp 185.000.000 untuk pembayaran uang muka ibadah umrah bagi 10 orang pegawai. Sisanya, sebesar Rp 420.870.000 tetap berada di tangan Khasani.
Sementara itu, anggaran insentif senilai Rp 1.900.830.000 mestinya dibagikan untuk para pegawai di bidang sekretariat, bidang akuntansi, bidang anggaran, dan bidang aset. Lagi-lagi, uang dipotong. Hasil pemotongan itu kemudian disimpan di brankas bendahara BPKPD sejumlah Rp 438.075.000.
Dengan begitu, uang hasil pemotongan tersebut terkumpul sejumlah Rp 1.043.945.000. Khasani sendiri tercatat pernah menerima uang hasil pemotongan insentif sejumlah Rp 190.000.000 dan Rp 420.870.000.
Editor : Ida Djumila