SURABAYA – beritaplus.id | Menginjak kota kedua dari tujuan rangkaian Tadarrus Budaya Ramadhan, Komunitas Swaramantra kembali mempersembahkan pembacaan puisi teaterikal, yang selanjutnya disusul dengan diskusi dengan tema ‘Sudah Bebas Masalahkah Anak Anak Surabaya?’ Kali ini, kegiatan Tadarrus Budaya digelar di Galeri Surabaya Gedung Balai Pemuda Surabaya, Rabu (12/4/2023).
Seperti pada perform sebelumnya di Kabupaten Tulungagung, tiga laki – laki dan tiga perempuan membacakan puisi. Keenam orang tersebut membacakan geguritan atau puisi berbahasa Jawa dan sebuah puisi berbahasa Indonesia.
Selain puisi, mereka juga melagukan tembang Asmaradhana, Serat Jayabaya dan sholawat. Keseluruhan perform tersebut sengaja diramu untuk membawa nuansa budaya, keagamaan, serta pada problematika perempuan dan anak.
Salah satunya adalah masalah perempuan sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan anak-anak yang terabaikan sehingga memicu permasalahan baru.
Pertunjukan puisi berdurasi hampir 30 menit itu, kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang menghadirkan 3 pembicara, yaitu Ajeng Wira Wati, dari Komisi D DPRD Kota Surabaya, yang juga Wakil Ketua Pansus Perda Perlindungan Anak, Camilia Habiba, sebagai Ketua Fatayat NU PC Surabaya, serta Dedik Obenk, Peksosmas Jawa Timur.
Dalam diskusi tersebut, Camilia Habiba mengungkapkan, beberapa masalah yang melibatkan anak anak di Kota Surabaya.
“Beberapa waktu lalu, di Kota Surabaya, ada kelompok gangster, yang menghebohkan itu, melibatkan anak-anak remaja. Pemerintah dan aparat pun sudah melakukan tindakan pengamanan. Namun yang belum dilakukan adalah monitoring secara terus menerus. Harusnya pemerintah juga melakukan pengawasan agar angka kenakalan remaja itu bisa ditekan,” ucapnya.
Beragam kisah kenakalan anak - anak tersebut, disampaikan oleh Dedik Obenk, bukan anak yang bermasalah, namun lingkungan sekitar.
“Bukan anak yang bermasalah, namun bisa jadi lingkungan, keluarga dan orang dewasa lah yang bermasalah sehigga menjadi permasalahan bagi anak,” ucapnya.
Dedik juga mengingatkan agar audien yang mayoritas kaum hawa ini memberi pembekalan pada anak anak perempuan, untuk menghindarkan dari kasus pelecehan yang kerap terjadi.
Sementara Ajeng Wira Wati mengungkapkan upaya – upaya Pemerintah Kota Surabaya untuk mengatasi segala macam permasalahan yang terjadi pada anak anak, hingga dituangkan dalam peraturan daerah (perda).
Pencapaian lima kali mendapat penghargaan sebagai Kota Layak Anak secara berturut-turut menjadi bukti upaya ke arah itu.
Namun dirinya pun menyadari perlunya keterlibatan semua elemen masyarakat yang berkomitmen untuk benar-benar mewujudkan Kota Layak Anak.
“Semua elemen masyarakat memiliki peran bisa berkontribusi mewujudkan Kota Layak Anak,” tegasnya.
Meski berlangsung singkat, acara diskusi yang dihadiri oleh sekitar 100 orang itu terasa sangat menarik dengan diungkapkannya fakta kasus di lapangan yang mungkin luput dari perhatian pihak pemerintah, semisal adanya bocah 10 tahun yang sudah melahirkan bayi.
Tentu kasus – kasus tersebut menjadi temuan untuk ditindaklanjuti agar ruang hidup yang aman dan nyaman bagi anak-anak dapat segera terwujud. (end)
Editor : Ida Djumila