Surabaya, beritaplus.id - Jika Anda melintasi Jalan Gubernur Suryo Kota Surabaya atau disamping SMA Trimurti, Anda akan melihat pemandangan yang kurang elok dipandang mata. Di wilayah tersebut, terdapat bangunan mangkrak.
Tower Crane berdiri tegak sejak tahun 2020 silam. Di bawahnya, terdapat bangunan tidak selesai alias mangkrak. Di ujung tower crane tersebut, tulisan Tata Bumi Raya. Tampak juga di sekeliling bahan bangunan yang mangkrak ditutupi seng dan ada papan nama yang berisi infomasi proyek serta kontraktor pelaksananya.
Saat ditelusuri lebih lanjut, proyek mangkrak tersebut ternyata milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang perhotelan, yaitu PT Hotel Indonesia Natour (Persero). Dari informasi yang dihimpun oleh Redaksi Beritaplus.id, bahwa proyek yang mangkrak tersebut ialah pekerjaan pembangunan ballroom Hotel Grand Inna Tunjungan Surabaya. Ballroom tersebut dibangun di atas lahan seluas kurang lebih 2,8 hektar (ha) dengan luas bangunan mencapai lebih dari 5.000 meter persegi.
Ground breaking pembangunan Ballroom Hotel Grand Inna Tunjungan yang rencananya berkapasitas 1.120 orang ini dilakukan pada Selasa, 11 Februari 2020. Hadir dalam ground breaking saat itu ialah President Director Inna Hotels and Resort atau PT Hotel Indonesia Natour (Persero), Iswandi Said. Lalu Jamhadi yang jadi Direktur Utama PT Tata Bumi Raya selaku kontraktor pelaksana. Dalam hal ini, PT Tata Bumi Raya yang beralamat di Jalan Pandegiling Surabaya ditunjuk sebagai Kontraktor Pembangunan Ballroom Grand Inna Tunjungan.
Masih dari data yang dihimpun beritaplus.id, nilai kontrak dalam pembangunan Ballroom Hotel Grand Inna Tunjungan kurang lebih sebesar Rp 73 miliar, yang ditargetkan bisa selesai dalam jangka waktu 12 bulan atau Februari 2021. Namun, sampai berita ini ditayangkan pada Jumat (3/5/2024), tampak di lokasi pembangunan belum ada aktivitas dan belum rampung pekerjaanya alias mangkrak.
Aroma dugaan kerugian negara pun mencuat dalam proyek pembangunan Ballroom Hotel Grand Inna Tunjungan ini. Untuk itulah, Komunitas Rakyat Anti Korupsi berharap aparat penegak hukum khususnya Kejaksaan untuk menyelidiki proyek tersebut, mulai dari proses awal sebelum kontrak hingga mangkrak.
"Dari investigasi yang kami lakukan bersama sejumlah pihak, dalam pelaksanaan proyek tersebut patut diduga kuat tidak dilakukan proses pelelangan (tender) sebagaimana prosedur yang seharusnya dilaksanakan dalam setiap proyek di BUMN. Artinya, diduga proyek pembangunan ballroom PT Hotel Indonesia Natour yang dikerjakan oleh PT Tata Bumi Raya hasil penunjukkan bukan proses tender. Artinya juga, ada dugaan fee proyek. Karena itu, penegak hukum perlu menyelidikinya," kata Daniel Sucahyono, Ketua DPC Komunitas Rakyat Anti Korupsi saat menyampaikan keterangannya kepada beritaplus.id, Jumat (3/5/2024).
Daniel menerangkan, pihak kontraktor pelaksana yaitu PT Tata Bumi Raya dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut diduga telah menerima uang muka, nilainya kurang lebih Rp 12 miliar. Usai terima uang muka tersebut, terdapat perselisihan. Diduga tentang komitmen fee yang seharusnya diberikan ke oknum PT Hotel Indonesia Natour, akan tetapi tidak direalisasikan.
"Maka itu, usai terjadi pergantian manajemen, maka proyek itu mangkrak. Kami yakin, ada hal lain yang patut diduga melanggar hukum sehingga terjadi kerugian negara. Ini harus diusut. Kami segera menyampaikan pengaduan tertulis ke Kejaksaan," tegas Daniel.
Dikonfirmasi secara tertulis terkait hal tersebut pada Sabtu 16 Maret 2024, pihak PT Hotel Indonesia Natour belum menjawab. (*)
Editor : Ida Djumila