Aktivis River Warrior Indonesia di Kanada : Stop Banjiri Indonesia dengan Sampah Plastik Sachet

beritaplus.id
Aeshnina Azzahra Aqilani melakukan protes terhadap produsen-produsen penghasil kebutuhan sehari-hari yang gunakan plastik

Kanada, beritaplus.id - Bersama dengan 10 aktivis internasional dari India, Amerika Serikat, Norwegia, Indonesia, dan Kanada, Aeshnina Azzahra Aqilani melakukan protes terhadap produsen-produsen penghasil kebutuhan sehari-hari yang terbukti dalam makalah riset berjudul "Global Producer Responsibility for Plastic Pollution", yang menyebutkan ada 10 merk yang bertanggungjawab mencemari bumi dengan sampah plastiknya.

Grafik kontributor pencemaran plastikGrafik kontributor pencemaran plastik

Baca juga: TCC dan ITS Menggelar Aksi Solidaritas Peduli Pantai Melalui Clean Up Sampah Plastik

Gambar Grafik di atas menunjukan kontributor pencemaran plastik global dari produsen bermerk, ada 59 brand internasional yang bertanggungjawab atas 50% pencemaran yang ada di bumi.

Dalam aksinya, Nina - panggilan Aeshnina Azzahra Aqilani, membawa spanduk bertuliskan “Stop Flooding ASEAN Countries with Your Sachet, No More Plastic In my Mouth, Stomach, Lung and Blood dan Stop Feeding Us Plastik”. Aksi dilakukan di depan sculpture, instalasi seni tiga dimensi berupa kran air diangkasa yang mengeluarkan botol plastik merupakan Karya Von Wong, Seniman berkebangsaan Kanada.

“Seni instalasi ini menggambarkan bahwa krisis polusi plastik bisa dihentikan hanya dengan mematikan krannya, maka produksi plastik sekali pakai harus dihentikan. Harus ada aturan yang kuat dan konsumen harus mengurangi penggunaan plastik sekali pakai,” ungkap Aeshnina.

Nina yang menjabat ssbagai co-Captain River Warrior Indonesia ini meminta produsen bertanggungjawab atas terjadinya krisis polusi plastik yang merusak ekosistem, meracuni rantai makanan dan gangguan kesehatan.

Berikut adalah 10 perusahaan secara global yang memberikan kontribusi polusi plastik di lingkungan adalah (Prosentase menunjukkan tanggungjawab perusahaan dalam polusi Plastik global) dalam 5 tahun terakhir.

1. Perusahaan Coca-Cola (11%)
2. PepsiCo (5%)
3. Nestlé (3%)
4. Danone (3%),
5. Altria/Philip Morris International (2%)
6. Bakhresa Group (2%)
7. Wings (2%)
8. Unilever (1,8%)
9. Mayora Indah (1,4%)
10. Mondelez International (1%)

Baca juga: TCC dan ITS Menggelar Aksi Solidaritas Peduli Pantai Melalui Clean Up Sampah Plastik

Pada kesempatan lain, sebuah makalah penelitian yang diterbitkan pada Rabu, 24 April 2024 di Science Advances mengungkapkan korelasi langsung antara produksi plastik dan polusi plastik, sehingga setiap peningkatan 1lam produksi plastik perusahaan barang konsumsi terkait peningkatan 1% polusi plastik di lingkungan.

“Studi ilmiah ini menegaskan apa yang telah dikatakan oleh para aktivis dan komunitas yang terkena dampak polusi plastik selama bertahun-tahun: semakin banyak plastik yang diproduksi, semakin banyak pula plastik yang ditemukan di lingkungan, sederhana. Sekali lagi, para pencemar plastik seperti The Coca-Cola Company, PepsiCo, dan Nestlé, terus gagal memenuhi komitmen sukarela mereka untuk mengurangi jejak plastik mereka. Kita memerlukan perjanjian plastik global yang mengikat secara hukum yang mengamanatkan pengurangan produksi plastik secara signifikan dan menghentikan perusahaan membanjiri bumi dengan plastik sekali pakai,” Ulungkap Sybil Bullock, Manajer Kampanye Komunitas Global Breakfreefromplastik.

Koordinator Kegiatan Brand Audit Global ini menyatakan hasil kegiatan brand audit selama lima tahun ini menjadi bahan kajian penelitian yang menggunakan data brand audit yang dilakukan BreakFreeFromPlastic dari 1.576 aksi brand audit di 84 negara. Audit merek adalah inisiatif Citizen Science (ilmu pengetahuan warga) di mana para sukarelawan melakukan aksi bersih-bersih sampah kemudian mendokumentasikan merek-merek sampah plastik yang ditemukan.

Selama lima tahun, lebih dari 200.000 relawan mengirimkan data melalui Break Free From Plastic.

Baca juga: BRUIN Inisiasi Aksi Bersih Sungai dan Penanaman Bibit Mangrove di Surabaya

Riset ini dirilis berbarengan dengan berkumpulnya para pemimpin dunia merundingkan Perjanjian Plastik Global di INC-4 23-29 April di Ottawa, Kanada. Riset ini sebagai alat untuk mendukung lahirnya perjanjian yang mengikat secara hukum dengan ambisi tinggi yang mencakup ketentuan tentang akuntabilitas perusahaan, memprioritaskan langkah-langkah pengurangan produksi plastik, dan mendorong penggunaan kembali dan sistem isi ulang.

“Studi kami menekankan pentingnya akuntabilitas perusahaan untuk mengatasi polusi plastik. Masyarakat sebagai individu pengguna tidak bertanggung jawab atas krisis plastik ini. Tanggung jawab ada pada 56 perusahaan global ini untuk mengambil tindakan tegas,” ujar Dr Lisa Erdle.

Lebih lanjut Direktur Sains & Inovasi, The 5 Gyres Institute tersebut mendesak para pemimpin dunia di INC-4 untuk mempertimbangkan fakta pengetahuan, dan adanya hubungan yang jelas antara produksi plastik dan polusi selama negosiasi Perjanjian Plastik Global. (*)

Editor : Ida Djumila

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru