SURABAYA, BeritaPlus.id - Luthfi Qomaruzzaman selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Advokat Republik Indonesia (DPP PARI) menyampaikan bahwa Organisasi Advokat tidak berlaku single bar dan berlaku multi bar. Hal itu berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 101 tahun 2009 dan Surat Ketua Mahkamah Agung (SK MA) nomor 73 tahun 2015.
"Saya menyayangkan Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan membahas peraturan yang sudah tidak berlaku dihidupkan kembali. Yang namanya peraturan perundang-undangan dan atau diuji melalui putusan MK nomor 101 sebagai pengganti pasal yang diuji dan melahirkan putusan yang bersifat final mengikat, maka yang berlaku itu putusan MK. Memang membentuk wadah tunggal organisasi advokat itu perintah Undang Undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, tetapi berlaku sebelum ada putusan MK nomor 101 tahun 2009," kata Luthfi Qomaruzzaman melalui rilis yang diterima Redaksi BeritaPlus.id, pada Sabtu (15/12/2024)
Katanya, dalam amar putusan MK menyatakan tidak mengaitkan latar belakang organisasi advokat berasal, dan itu sudah jelas. Kemudian dikuatkan dengan dikeluarkan Surat Ketua Mahkamah Agung nomor 73 tahun 2015 dalam pertimbangan Surat SK MA berdasarkan putusan MK nomor 101/l tahun 2009.
"Memang dulu yang berlaku single bar, sekarang berubah multi bar. Artinya single bar sudah tidak berlaku, yang berlaku multi bar. Terkait pernyataan Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, selain Peradi adalah ormas, ini ucapan yang tidak ada dasar hukumnya. Di putusan MK sudah jelas, tidak melihat latar belakang organisasi advokat berasal. Mana dalam amar putusan MK nomor 101 tahun 2009 yang menyatakan bahwa selain Peradi itu ormas? Organisasi advokat itu organisasi penegakan hukum yang tunduk pada UU 18 tahun 2003 tentang Advokat," jelasnya.
Dia berujar, sudah disebutkan dalam Pasal 5 di UU nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, bahwa advokat berprofesi sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri, dan tidak bisa diintervensi oleh lembaga apapun dalam mengawal tegaknya hukum, baik lembaga Eksekutif seperti Presiden dan bawahannya, lembaga Legislatif seperti DPR, dan Yudikatif seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, kecuali dalam putusan bersifat final dan mengikat sebagai pengganti pasal UU nomor 18 tentang Advokat.
"Pernyataan Prof Yusril selaku Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, mencabut SK MA nomor 73 tahun 2015 terlalu arogan dan tidak beretika. Mahkamah Kontitusi dan Mahkamah Agung itu lembaga tinggi negara yang mandiri. Dalam menegakkan hukum diatur dalam pasal 24 Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Dan Menteri itu di bawah Presiden. Menteri hanya bisa mengeluarkan Permen (Peraturan Menteri) yang tidak bertentangan dengan Undang Undang. Peraturan Menteri hanya mengatur tentang pedoman pelaksanaan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah berpedoman pada Undang Undang. Seandainya Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan menertibkan Organisasi Advokat dalam Permen-nya," jelasnya.
Ujarnya, tidak ada pedoman atau cantolan hukum yang mengatur dalam Undang Undang Advokat dan Peraturan Menteri di bawah Undang Undang Advokat. Artinya, pernyataan Yusril sebagai Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan dan Otto Hasibuan sebagai Wakil Menterinya (Wamen) terlalu mengatur dan terlalu intervensi dan bertentangan dengan pasal 28 Undang Undang advokat.
"Tentang kebebasan dan kemandirian advokat dan di UU advokat tidak ada pasal yang mengatur advokat tunduk dan diatur dengan Peraturan Menteri. Kalau Pak Menko Hukum dan Wamen ingin mengembalikan wadah tunggal, yah uji materi lagi putusan MK nomor 101 tahun 2009. Dari pada pernyataan tidak berdasarkan hukum. Pada pokoknya SK MA nomor 73 tahun 2015 yang dijadikan dasar adalah putusan MK nomor 101 tahun 2009 sudah final dan mengikat. Dan SK MA tidak berpedoman pada putusan MK yang lain. Jadi single bar sudah tidak berlaku, yang berlaku multi bar," jelasnya.
Faktanya, ujar dia, Pengadilan Tinggi sudah menyumpah para advokat yang tidak mengaitkan latar belakang organisasi advokat berasal, yang sudah memenuhi syarat dalam Pasal 4 Undang Undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat
"Semua organisasi yang tunduk pada UU nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat dan putusan MK nomor 101 tahun 2009 dan SK MA nomor 73 tahun 2015 adalah Organisasi Advokat. Lah terkait AHU (Administrasi Hukum Umum) itu kan hanya pengesahannya. Di Permenkum HAM nomor 6 tahun 2014, Ormas itu bergerak di bidang keagamaan, sosial, bukan diartikan Organisasi Advokat di bawah naungan Kemenkum HAM dan harus tunduk pada Menkum HAM. Kesimpulannya, single bar tidak belaku dan yang berlaku multi bar. Berbeda-beda Organisasi Advokat tetapi kita tetap satu jua dalam mengawal tegaknya hukum di negri kita," tegas Luthfi Qomaruzzaman. (*)
Editor : Ida Djumila