GRESIK, BeritaPlus.id - Tambang galian c yang tidak memiliki izin usaha pertambangan dari instansi yang berwenang atau ilegal masih menjadi masalah besar di Kabupaten Gresik. Tambang ilegal tersebar di beberapa wilayah di Gresik, seperti di Kecamatan Panceng, Kecamatan Ujung Pangkah, Kecamatan Benjeng (Desa Jogodalu), Kecamatan Wringinanom (Desa Kepuhklagen), dan beberapa daerah lain di Kabupaten Gresik.
Masyarakat tidak berani melarang karena kegiatan ini melibatkan banyak pihak, dari yang memiliki kekuasaan, preman, oknum aparat penegak hukum, dan lainnya. Walaupun kegiatan tambang ilegal ini meresahkan masyarakat karena merusak alam, lahan pertanian, jalan pedesaan, dan lalu lintas, dan membuat tekor Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Gresik.
Terlebih di musim hujan seperti ini, material tambang berupa tanah berserakan di jalanan. Paling parah di lokasi lahan yang di urug. Pengendara terganggu oleh ceceran tanah di jalan. Saat hujan, tanan tambang di jalan raya jadi lumpur dan licin.
Pemerintah desa di lokasi tambang juga tak bisa berbuat banyak. Diduga mereka juga kebagian “jatah” dari para penambang ilegal. Dugaan “jatah” itu juga menguat tatkala lahan yang digali merupakan waduk/embung desa yang notabene status lahannya milik Pemerintah.
“Ada dugaan pembagian khusus ke oknum Pemerintah Desa dari penambangan di lahan waduk milik Pemerintah. Hitungannya ada yang pakai ritase dan kubikasi. Umumnya pakai ritase, dan sehari bisa puluhan hingga ratusan rit. Jika diasumsikan per ritase bayar Rp 15.000, dan sehari bisa 90 rit, maka yang diduga disetor ke Pemerintah Desa Rp 1,350 juta/hari. Ini jika asumsinya 90 rit, dan bisa lebih atau kurang. Pertanyaannya, kemana masuknya uang tersebut? Apakah ke pendapatan desa secara resmi untuk pembangunan desa, atau ke pribadi oknum Pemerintah Desa? Maka Kejaksaan harus menyelidiki ini,” ungkap Indra Susanto, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Generasi Muda Peduli Aspirasi Masyarakat (DPW GEMPAR) Jawa Timur dalam rilis yang diterima, Jumat (27/12/2024).
Indra menilai, aparat penegak hukum khususnya Kepolisian kurang maksimal dalam melakukan upaya hukum terhadap para penambang ilegal di wilayah Kabupaten Gresik. Khususnya Polres Gresik, Indra menyebutkan, selama tahun 2024 ini, tidak ada satupun satu pelaku tambang galian c ilegal yang jadi tersangka oleh Polres Gresik.
Catatan Indra, ada 4 penambang ilegal yang sudah diproses hukum selama tahun 2024 ini di wilayah Kabupaten Gresik. Mereka ialah Heri Hedi alias Edi Kopral, Abdul Khozim alias Muncul, Muhammad Syafi'nuha alias Syafi, dan Shodikin. Mereka ditangani secara hukum bukan oleh Polres Gresik, melainkan Bareskrim Polri dan Polda Jawa Timur.
Indra merinci, kasus yang ditangani Mabes Polri ialah Heri Hedi alias Edi Kopral yang telah divonis selama 5 bulan penjara dan denda Rp 10 juta pada 13 Juni 2024, perkara nomor 104/Pid.Sus/2024/PN Gsk. Heri Hedi alias Edi Kopral melakukan penambangan di Desa Ketanen dan Desa Banyutengah, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik.
Kemudian Abdul Khozim alias Muncul, yang dipidana selama 4 bulan penjara dan denda Rp 5 juta, di perkara nomor 105/Pid.Sus/2024/PN Gsk. Dia melakukan penambangan di Desa Pantenan, Kecamatan Panceng, Gresik. Vonis dilakukan pada Kamis, 13 Juni 2024.
Lalu Muhammad Syafi'nuha alias Syafi, yang dipidana penjara selama 4 bulan dan denda Rp 5 juta akibat melakukan penambangan ilegal di Desa Banyutengah, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik. Dia divonis pada Kamis, 13 Juni 2024, dalam perkara nomor 106/Pid.Sus/2024/PN Gsk.
Terakhir ialah Shodikin, yang ditangkap Subdit IV Ditreskrimsus Polda Jatim. Dia divonis penjara selama 6 bulan dan denda Rp 5.000.000, dalam perkara nomor 262/Pid.Sus-LH/2024/PN Gsk. Shodikin dipidana setelah melakukan penambangan di Desa Jatirembe, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik.
Para tersangka dan saat ini sudah terpidana, merupakan hasil dari upaya hukum yang dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Mabes Polri dan Subdit IV Tipiter Ditreskrimsus Polda Jawa Timur. Menurut Indra, ada indikasi oknum terlibat dalam usaha tambang di wilayah hukum Polres Gresik. Dugaan keterlibatan itu seperti supplai solar untuk alat berat ekscavator tambang, dump truk, dan penyedia alat berat.
“Makanya, penegakan hukum terhadap pelaku tambang ilegal di Gresik landai. Ini ada indikasi kuat ‘main mata’ antara penambang ilegal dengan oknum. Jika demikian, lantas masyarakat harus melapor kemana? Contohnya ada tambang yang masih beroperasi di wilayah Desa Jogodalu. Ini sudah jelas ilegal, dan tidak ada upaya hukum. Di Desa Punduttrate. Dan ada penambangan di Desa Kepuhklagen yang sampai saat ini masih beroperasi, serta di wilayah Desa Pantenan, Panceng, dan beberapa wilayah lain” tegas Indra.
Memasuki tahun 2025, Indra berharap, Bareskrim Polri lebih agresif lagi turun ke daerah-daerah di Jawa Timur terutama di Kabupaten Gresik untuk mengambil penindakan hukum terhadap tambang ilegal.
“Jangan sampai wajah Polri tercoreng karena penegakan hukum terhadap tambang ilegal ini kurang optimal di Gresik. Masyarakat lebih aktif berperan untuk menyampaikan informasi dan melaporkannya ke Polres Gresik atau Polda Jatim,” tegas Indra. (*)
Editor : Ida Djumila