GRESIK - Niat hati ingin terhindar dari pemberitaan miring dengan berlindung di ketiak Komunitas Wartawan Gresik (KWG), justru yang dialami sejumlah Kepala Desa di Kabupaten Gresik makin teregradasi reputasinya.
Pemberitaan yang mengulas tentang kinerja sejumlah Kepala Desa yang diduga menyimpang mengalir deras tak terbendung. Pemberitaan tersebut digencarkan oleh media yang tidak tergabung dalam KWG. Padahal, sejumlah Kepala Desa di Gresik berlindung ke KWG dengan harapan jika ada wartawan dari luar datang ke Balai Desa untuk liputan atau konfirmasi ke Kepala Desa, KWG bisa menjadi “tameng” bagi Kepala Desa tersebut dari “gangguan” media lain di luar keanggotaan KWG.
Baca juga: Jusuf Rizal ke Bareskrim Polri Melengkapi Data Dugaan Korupsi Dana Hibah BUMN ke PWI PusatĀ
Tentu itu tidak gratis. Ada nilai rupiah yang harus dibayar oleh sejumlah Kepala Desa yang dialokasikan dari APBDes. Kepala Desa menyiasati alokasi anggaran untuk KWG tersebut dengan item pengeluaran "Terciptanya Sistem Informasi Desa (Pengembangan Informasi Desa KWG, KWI))", realisasinya sebesar Rp.10 juta. Ada lagi desa yang menyebut alokasi dan realisasi anggaran untuk KWG dengan proyek "Terciptanya Sistem Informasi Desa (kerjasama KWG dan PWI)". Nilainya sama, yakni Rp 10 juta.
Bocoran informasi yang diterima Redaksi, nilai Rp 10 juta tersebut dialokasikan untuk 2 organisasi Pers, yakni KWG dan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Tiap tahun, sejumlah Pemerintah Desa diduga harus mengalokasikan anggaran dari APBDes tersebut sampai masa Bhakti kepala Desa yang besangkutan selesai. Artinya, satu periode selama 6 tahun. Belum lagi aturan baru yang menambah masa tugas Kepala Desa menjadi 8 tahun.
Jika diasumsikan seluruh kepala desa di Kabupaten Gresik sebanyak 330 Desa turut mengalokasikan anggaran untuk KWG per tahun sebesar Rp 10 juta, dikalikan 6 tahun, maka total nilainya Rp 118,8 miliar.
Berdasarkan dokumen yang diterima Redaksi, terdapat pembagian wilayah untuk memegang peran dalam melindungi Kepala Desa oleh KWG. Tiap wilayah ditangani oleh seorang Koordinator. Satu koordinator memegang beberapa Desa.
Itu terungkap dari salinan dokumen soft copy yang diterima Redaksi. Dari dokumen 12 halaman tersebut, terdapat beberapa nama anggota yang KWG yang diduga jadi koordinator Desa. Contoh Miftahul Arif, yang saat ini sebagai Ketua KWG. Dari dokumen tersebut, disebutkan bahwa wartawan Trans Corp tersebut menjadi koordinator di beberapa desa, meliputi Desa Sembayat, Desa Pandaan, Desa Munggugianto, Desa Kisik, Desa Pucung, Desa Metatu, Desa Cerme Lor, dan Desa Mojowuku. Selain Miftahul Arif, ada 29 nama yang disinyalir anggota KWG, yang disertai nama-nama desa di bawah koordinasinya.
Dikonfirmasi perihal tersebut melalui sambungan chat Whatsapp pada Jumat (19/7/2024) oleh wartawan, Ketua Komunitas Wartawan Gresik (KWG), Miftahul Arif memilih bungkam sampai berita ini ditayangkan.
Sedangkan seorang kepala Desa di wilayah Kecamatan Menganti saat ditanya, “Sampean ada back up dengan KWG, bayar tahunan kah? Berapa Rp 5 juta setahun?”
Baca juga: Ketua WaGs : Pers Dan LSM Jangan Takut Melaporkan Kades Korupsi
Jawab kepala desa tersebut, “Enggeh dolor (ya saudara).”
Pengakuan serupa juga disampaikan oleh seorang Kepala Desa lain. Dia yang meminta tidak dipublikasikan namanya berkata, “Iya. Mereka (Komunitas Wartawan Gresik, red) berjanji untuk memback-up kita dengan mengatakan kalau ada media lain berkunjung bilang saja kalau sudah bekerja sama dengan KWG dan diback up oleh kita. Tapi kenyataannya sampai sekarang, masih banyak teman media yang datang, dan tidak ada tindakan apapun yang dilakukan oleh Komunitas Wartawan Gresik terkait dengan hal ini.”
Indra Susanto selaku Ketua Generasi Muda Peduli Aspirasi Masyarakat perwakilan Jawa Timur menanggapi kaitan kondisi pers yang terjadi di Kabupaten Gresik. Menurut Indra, Kepala Desa yang bekerjasama dengan KWG harus mempertanggungjawabkan kepada publik atas kebijakannya. Karena menurut Indra, uang yang direalisasikan untuk kerjasama tersebut merupakan uang negara yang berasal dari pajak rakyat, bukan uang pribadi Kepala Desa.
“Itu bentuk deskriminasi nyata yang dilakukan oleh oknum-okum Kepala Desa di Gresik yang bekerjasama dengan KWG. Di Gresik, organisasi pers tidak hanya KWG dan PWI, ada banyak organisasi pers yang perannya tidak bisa dikesampingkan sebagai pilar demokrasi di Gresik,” kata Indra, sambil menyebut beberapa organisasi pers seperti PJI (Persatuan Jurnalis Indonesia), GOP (Gresik Online Produktif), IWO (Ikatan Wartawan Online), MOI (Media Online Indonesia), WAGs (Aliansi Wartawan dan LSM Gresik Selatan).
Yang membuat Indra prihatin, media di luar keanggotaan KWG yang melakukan tugas jurnalistiknya di Kabupaten Gresik dianggap oleh Ketua KWG, Miftahul Arif, sebagai media abal-abal. Sebutan media abal-abal itu diutarakan oleh Mifta, sapaan Miftahul Arif, saat audiensi dengan Kepala Kejari Gresik, pada Jumat silam (19/5/2023).
Penilaian Indra, selayaknya kalimat “abal-abal” tersebut tidak keluar dari seorang Ketua KWG yang selama ini dihormati oleh media lain di luar keanggotannya di wilayah Gresik.
“Jika masih ‘makan’ uang APBDes, janganlah menjelekkan media lain. Belum tentu kalian (KWG) lebih baik. Sama-sama bernaung di perusahaan pers, legalitas jelas. Hanya mereka ada yang belum terverifikasi oleh Dewan Pers, karena memang syarat yang ditentukan sangat ribet. Sedangkan mereka yang berada di bawah perusahaan pers skala UMKM (usaha mikro kecil menengah), tentu kesulitan untuk bisa lolos verifikasi meski pada syarat legilitas sebagai Perseroan Terbatas telah terpenuhi,” kata Indra. (*)
Editor : Ida Djumila