Lujeng Sudarto Direktur PUSAKA Pasuruan
Pasuruan, beritaplus.id | Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kualitas gizi dan sumber daya manusia Indonesia menuaikan sorotan tajam.
Di tengah niat mulia tersebut, sejumlah anggota DPRD Kabupaten Pasuruan diduga mendapat jatah proyek bersumber dari APBN tersebut.
Ironinya lagi, aset desa berupa gedung olah raga di Desa Gajahrejo, Kecamatan Purwodadi disulap menjadi dapur pelaksana Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atas nama yayasan Generasi Putra Bangsa Nasional (GPBN).
Ada dugaan alih fungsi keperuntukan aset desa setempat melanggar aturan dasar tata kelola sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis (Juknis) yang dikeluarkan Badan Gizi Nasional (BGN).
Lujeng Sudarto Direktur Pusat Studi dan Avokasi Kebijakan Publik (PUSAKA) Pasuruan menilai, isu keterlibatan anggota DPR dan DPRD dalam proyek dapur Makanan Bergizi Gratis (MBG) dinilai sebagai tindakan yang mencederai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan berpotensi memperburuk citra parlemen di mata publik.
Langkah ini, menurutnya justru menjauhkan parlemen dari kepercayaan rakyat karena anggota legislatif berperan di luar fungsi utamanya.
"Kalau ada anggota dewan di Kabupaten Pasuruan mendapat program dapur SPPG tentunya akan berdampak negatif di mata masyarakat. Dalam sistem pemerintahan yang ideal, tugas anggota parlemen adalah sebagai regulator, legislator, dan pengawas kebijakan, bukan sebagai pelaksana atau eksekutor program pemerintah," kata Lujeng, Sabtu (13/12/2025).
"Kondisi di mana fungsi pengawasan dan eksekusi dijalankan oleh pihak yang sama membuka peluang besar terjadinya konflik kepentingan dan penyimpangan," sambungnya.
Ia menambahkan, parlemen yang seharusnya bersikap netral dalam mengawasi kebijakan justru ikut terlibat dalam pelaksanaan, sehingga melemahkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Lebih jauh dikatakan Lujeng, pelibatan anggota DPRD dalam proyek MBG dianggap merugikan kebijakan pemerintah pusat, khususnya Presiden, karena merusak citra dan efektivitas program tersebut.
"Persepsi negatif publik pada program MBG hanyalah proyek yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau “bancakan” anggota parlemen," ujarnya.
Praktik seperti ini menjadi sorotan, karena anggota DPR dan DPRD sebenarnya sudah mendapatkan berbagai tunjangan dan fasilitas dari negara, namun tetap mencari keuntungan tambahan melalui jalur yang tidak semestinya. Kondisi tersebut, semakin menegaskan adanya masalah mendasar dalam tata kelola dan integritas parlemen.
Proyek MBG sendiri bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi secara gratis kepada masyarakat sebagai upaya memenuhi kebutuhan gizi dan meningkatkan kesehatan. Namun, pelibatan legislator sebagai pelaksana proyek dipandang berpotensi mengurangi efektivitas dan kredibilitas program tersebut.
Lujeng pun meminta, bila ada anggota DPRD Kabupaten Pasuruan yang terlibat langsung di program MBG lebih eloknya segera meengundurkan diri dari parlemen. "Fokus bekerja sebagai wakil rakyat saja. Tidak usaha ikut campur program itu (Proyek MBG)," tegasnya.
Ia ingatkan, anggota dewan, ASN, TNI , dan Polri itu tidak boleh melakukan kegiatan yang bersumber dananya dari APBN atau APBD. "Apabila ada anggota dewan yang merasa terlibat atau melibatkan diri dalam program MBG ini mohon untuk mundur, karena tidak etis juga rawan terjadi conflict of interest," tegas Lujeng lagi.
Aturan larangan anggota dewan (DPRD/DPR) menggarap proyek APBN/APBD utamanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), khususnya Pasal 400 ayat (2), yang melarang mereka melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan wewenang dan tugas sebagai dewan, termasuk pekerjaan yang berhubungan dengan APBN/APBD karena menimbulkan konflik kepentingan dan melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) serta bisa masuk tindak pidana korupsi. (dik)
Editor : Ida Djumila