Kartono yang Terlupakan ?

beritaplus.id
RM. Panji Sosrokartono Kakak Kandung RA Kartini (istimewa)

Madiun - beritaplus.id | Tanggal 21 April 2020 kemarin kita telah memperingati Hari Kartini. Bahkan sejak dahulu selalu kita bangsa Indonesia seakan wajib untuk memperingatinya.

Karena Kartini adalah tokoh pahlawan yang sangat menginspirasi kaum wanita di Indonesia sampai sekarang.

Tapi untuk tahun ini berbeda dalam memperingatinya karena ada pandemi corona yang menjangkit hampir di seluruh Nusantara dan bahkan seluruh negara.

Kita pun sejak SD sudah diperkenalkan dengan cerita tentang kehidupan dan sepak terjang Kartini, bisa dikatakan semua kenal akan Kartini.

Tapi siapa yang kenal Kartono ? Coba kalau kita bertanya kepada anak anak sekolah jaman now mungkin tidak akan kenal.

Bahkan teman teman kita pun banyak yang tidak tahu.

Kartono mempunyai nama lengkap RM. Panji Sosrokartono, lahir di tahun 1877, beliau adalah kakak kandung dari RA. Kartini. Pada tahun 1898, Kartono tercatat sebagai seorang "pribumi" pertama yang kuliah di luar negeri, Hindia - Belanda.

Karena kecerdasannya beliau pun menjadi kesayangan para dosennya.

Pangeran ganteng ini pandai bergaul, anak orang kaya, terkenal, dan merakyat.

Beliau juga menguasai 27 bahasa asing dan 10 bahasa nusantara.

Banyak perempuan Eropa nyebutnya De Mooie Sos yang berarti Sos yang ngganteng.

Bule Eropa dan Amerika menyebut beliau dengan hormat De Javanese Prince (Pangeran Jawa) akan tetapi sesama pribumi memanggilnya Kartono saja.

Pada tahun 1917 beliau menjadi wartawan Perang Dunia I di media cetak koran Amerika yakni "The New York Herald" cabang Eropa.

Beliau memadatkan artikel bahasa Perancis sejumlah 30 kata dalam 4 bahasa yakni Inggris, Spanyol, Rusia, dan Perancis.

Sebagai wartawan perang, beliau diberi pangkat Mayor oleh Sekutu, tetapi Kartono menolak membawa senjata, kata beliau, "saya tidak menyerang orang, oleh karena itu saya pun tidak akan diserang. Jadi apa perlunya membawa senjata.

Beliau ahli diplomasi yang hebat. Beliau sempatkan gemparkan Eropa - America dengan artikelnya tentang perundingan Jerman dan Perancis yang rahasia serta sangat tertutup, yang diselenggarakan di dalam salah satu gerbong kereta api yang berhenti di tengah hutan, bahkan mendapat penjagaan yang super ketat dari semua wartawan yang sedang mencari informasi dan berita.

Ternyata koran New York Herald berhasil memuat hasil perundingan tersebut.

Selanjutnya pada 1919 beliau jadi penterjemah tunggal di Liga Bangsa Bangsa yang pada 1921 kemudian diubah nama menjadi PBB.

Beliau pun ditunjuk menjadi ketua penterjemah untuk segala bahasa dan mengalahkan para poliglot Eropa - Amerika.

Tahun1925 Pangeran Sos, pulang ke tanah air.

Ki Hajar Dewantara mengangkatnya sebagai kepala sekolah menengah di Bandung.

Rakyat pun berjejal hendak menemui si pintar ini, untuk minta air dan doa.

Anehnya, banyak orang sakit jadi sembuh, maka antrian pun makin panjang termasuk para bule Eropa, akhirnya beliau pun mendirikan klinik kesehatan dengan nama Klinik Darussalam.

Beliau pernah menyembuhkan seorang anak Eropa hanya dengan sentuhan-sentuhan dihadapan para dokter yang saat itu sudah angkat tangan untuk berusaha menyembuhkan penyakit si anak tersebut.

Beliau juga pernah memotret kawah gunung dari udara.

Hebatnya pemotretan dilakukan tanpa pesawat.

Soekarno muda sering berdiskusi dengannya. Bung Hatta menyebutnya beliau orang jenius.

Di rumahnya berkibar bendera merah putih dan anehnya Belanda, Jepang, dan sekutu seolah tidak peduli dengan berkibarnya bendera tersebut.

Akhirnya pada tahun 1951 beliau wafat di Bandung dan dikebumikan di makam Sido Mukti, Desa Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah di samping makam kedua orang tuanya Nyai Ngasirah dan RMA Sosroningrat.

Beliau meninggal dalam kondisi tidak punya apa-apa, rumah pun beliau hanya menyewa padahal sebagai putera bangsawan dan cendekiawan Kartono bisa saja hidup mewah.

Orang-orang tidak menemukan pusaka dan jimat di rumahnya.

Hartanya hanya selembar kain bersulam huruf "Alif".

Pada batu nisan makamnya tertulis "Sugih tanpo bondho, Digdaya tanpo aji", yang artinya Dimana kita tetap merasa kaya tanpa memiliki harta yang berlimpah, dengan hati dan pikiran baik, secara tidak langsung membentuk perilaku yang baik pula terhadap jiwa manusia.

Beliau seorang wartawan hebat tapi PWI tidak pernah menyinggung namanya.

Beliau tokoh pendidikan tapi para guru seolah lupa namanya. (Deddy/berbagai sumber)

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru