Lamongan, Beritaplus.id - Slamet Riyadi (42 tahun), warga Dusun Parengan, Desa Sambangrejo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, mengaku dirinya mengalami gangguan kesehatan di bagian kepalanya. Sesekali dia mengalami pusing sehingga mengganggu aktivitas sehari-harinya sebagai petani dan peternak.
Trauma di kepala yang dialami Slamet Riyadi tidak lepas dari efek pemukulan yang dialaminya pada 25 Agustus 2024. Akibat pemukulan itu, dia opname di rumah sakit selama 7 hari. Trauma di kepala akibat pemukulan itu masih dirasakan sampai sekarang.
Baca juga: Polres Lamongan Lelet Tindak Tambang Ilegal Milik Martinus di Desa Mantup
Kini, kasus penganiayaan terhadap Slamet Riyadi sudah masuk ke persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Lamongan, dengan perkara nomor 158/Pid.B/2024/PN Lmg.
Sidang kedua dalam perkara tersebut digelar pada Senin, 04 November 2024. Agendanya pemeriksaan saksi oleh Penuntut Umum. Adapun terdakwanya ialah Pardi, warga Desa Sambangrejo.
Kepada wartawan, Slamet Riyadi menjelaskan ihwal penganiayaan yang dialaminya. Menurutnya, peristiwa itu terjadi pada 25 Agustus 2024 sekitar jam 17.30 WIB. Sore itu, dia pulang dari mengambil rumput untuk pakan ternak di sawahnya dengan mengendarai motor Suzuki Smash warna merah kombinasi hitam.
Sampai di rumahnya, Slamet mengaku didatangi oleh Kariyono. Kariyono merupakan mertua dari terduga pelaku, Pardi. Kepada Slamet, Kariyono bilang saat mengendarai motor pulang dari sawahnya, dia sambil "mbleyer" di depan Kariyono. Karena itu, Kariyono tidak terima dan melabrak Slamet di rumahnya.
Kepada Karyono, Slamet menegaskan jika dia tidak "mbleyer", apalagi di depan Kariyono.
"Saya bilang ke Karyono, sepeda saya sudah tua, siapa yang bleyer. Kedengarannya mbleyer, padahal itu memang suara knalpotnya nyaring," kata Slamet.
Kemudian Slamet hendak makan bakso di rumahnya. Belum sempat makan, tiba-tiba Pardi berlari dari rumahnya menghampiri Slamet. Seketika kepala Slamet dihantam dengan balok kayu.
"Mukulnya sambil melompat. Setelah kepala saya dihantam dengan kayu, muka saya dipukul pelaku dengan tangannya, mengenai bibir. Bibir saya pecah. Hidung berdarah. Tidak berhenti disitu. Telinga saya juga dipukul sampai mengeluarkan darah. Saya tersungkur ke tanah," jelas Slamet Riyadi.
Slamet Riyadi masih ingat, dia tersungkur di tanah berlumuran darah. Dengan tubuh penuh darah, Karyono menghampiri hendak menolongnya. Slamet Riyadi menolak dan dia berdiri menuju motornya.
Baca juga: Keluarga Pelaku Pencabulan Anak di Lamongan Minta Orang Tua Korban Cabut Laporan Polisi
"Lekas saya mengendarai motor menuju Puskesmas. Disitu saya diperiksa. Luka di kepala akibat pukulan balok kayu dijahit 10. Setelah dari Puskesmas, sekitar jam 07.00 WIB, saya ke Polsek Modo untuk melaporkan pelaku. Di Polsek Modo laporan tidak diproses. Tapi saya diantar ke Polres naik mobil patroli Polsek Modo. Sampai di Polres Lamongan, saya laporan. Lalu dibawa ke RSUD Dr Soegiri Lamongan untuk divisum," jelas Slamet.
Setelah laporan dan visum selesai, Slamet pulang ke rumahnya sekitar pukul 04.00.WIB. Dijelaskan Slamet, pagi harinya, dia memeriksakan kesehatannya lagi. Setelah cek kesehatan, dokter menyarankan agar Slamet opename.
"Selama 7 hari saya opname. Di rumah sakit, pelaku datang minta maaf dan ngajak damai. Saya maafkan, tapi proses hukum tetap lanjut. Karena saya butuh keadilan. Saya cuma petani kecil. Tidak tahu apa-apa, malah dianiaya," kata Slamet Riyadi.
Dari data yang didapat media, Visum et Repertum terhadap Slamet dilakukan oleh dr. Juli Purwaningrum, Sp.F.M., dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soegiri nomor : 445/1762/413.209/2024 tanggal 25 Agustus 2024.
Sesuai dakwaan, perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Pardi, diancam dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Baca juga: Oknum Guru Ngaji Diduga Pelaku Pecabulan Anak Dibawah Umur. Di Tetapkan Tersangka
Tetapi, pasal yang diterapkan oleh Jaksa Peuntut Umum (JPU) mendapat kritikan keras dari pengacara Slamet Riyadi, Dodik Firmansyah, SH. Dodik menegaskan, seharusnya pasal yang diterapkan JPU atau Kepolisian di tingkat penyidikan, ialah Pasal 351 ayat (2) KUHP, karena tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa masuk kategori penganiayaan berat.
Selain itu, hasil visum yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Juli Purwaningrum, Sp.F.M dinilai tidak sesuai dengan kondisi yang dialami Slamet Riyadi.
"Terdapat jahitan 10, tapi hasil visum menyebutkan cuma 3. Ini sudah janggal. Barang bukti juga. Harusnya Polisi minta mengamankan barang bukti berupa baju korban dan balok kayu yang dibuat memukul korban. Faktanya di pengadilan tidak pernah disebutkan. Dari persidangan, pelaku membantah memukul. Saat ditunjukkan video saat korban berlumuran darah, baru pelaku diam. Penanganan kasus ini banyak janggalnya," tegas Dodik Firmansyah.
Terkait dengan kasus ini, Dodik dengan tegas mengatakan, pihaknya akan mengadukan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Lamongan, Kepala Inspektorat Lamongan, Dinas Pendidikan Lamongan, hingga Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), serta Pj. Bupati Lamongan.
"Itu kami lakukan karena terdakwa ialah ASN (Aparatur Sipil Negara), yang mengajar di salah satu SDN di Lamongan," tegas Dodik. (*)
Editor : Ida Djumila