Surabaya, beritaplus.id - Berniat untuk membantu perekonomian keluarga dengan cara menjalankan modal dari rentenir, seorang ibu rumah tangga di Jalan Bogorami Makam, Kota Surabaya, menjadi korban intimidasi dan pengancaman. Aksi intimidasi dan ancaman ini terjadi kepada Eny Budi Handayani, pada Senin 5 Agustus 2024.
Karena nyawanya terancam, ia mendatangi kantor hukum D.Firmansyah, SH & Rekan yang ada di Jalan Peneleh nomor 128, Surabaya. Eny Budi bertutur ke Dodik Firmansyah sambil menangis tersedu-sedu lantaran takut dengan ancaman yang dilontarkan oleh orang-orang suruhan dari rentenir yang bernama Endang Wati.
Diketahui, Eny Budi diberikan modal keseluruhan oleh Endang sebesar Rp 50 juta untuk dijalankan dengan sistem bagi hasil yang diberikan setiap bulan kepada Endang. Hasil tersebut yang merupakan bagian Endang tidak diambil setiap bulannya, namun hanya diambil saat menjelang hari Raya Idul Fitri saja.
“Awalnya dia ngasih modal saya itu Rp 50 juta untuk dijalankan. Tapi modal itu gak langsung 50 juta pak, dikasihnya itu Rp 10 juta, Rp 20 juta. Pokok totalnya sampai Rp 50 juta. Nah kan udah saya jalankan. Setiap bulannya ini, saya nyetor ke Endang secara bagi hasil, tapi sama si Endang gak pernah diambil hanya menyuruh untuk memutarkan uang tersebut menjadi modal kembali. Dia ngambil hasilnya itu cuma pas mau Lebaran aja,” ujar Eny.
Eny tidak tahu, uang bagi hasil yang harusnya disetorkan pada Endang inilah menjadi awal mula petaka baginya yang dimana modal yang semula diberikan Rp. 50 juta itu menjadi berbunga-bunga hingga total Rp 117 juta. Belum lagi Endang memainkan trik liciknya dengan membuat hutang Eny semakin bertambah kepadanya.
Ia memaksa Eny untuk pergi ke bank dimana sertifikat rumah milik Eny dijaminkan sebesar Rp. 90 juta. Endang memaksanya kesana adalah untuk melunasi jaminan sertifikat itu yang dimana begitu sertifikat rumahnya keluar, Endang langsung membawa sertifikat itu.
Bahkan Endang tak segan-segan menyuruh orang untuk mengancam Eny jika tidak membayar uang dan meninggalkan rumah tersebut.
Tidak tanggung-tanggung, orang suruhan Endang mengancam akan membunuh Eny jika tidak mengembalikan uang dan tidak meninggalkan rumah itu. Tidak hanya itu, Eny juga dipaksa untuk membuat surat pernyataan yang dimana semua rincian hutang ada di dalam surat pernyataan tersebut.
“Ada empat orang laki-laki yang mendatangi rumah saya pak. Mereka semua nyuruh saya pergi dari rumah ini. Katanya rumah ini sudah jadi milik Endang, karena waktu itu saya dipaksa suruh ke bank buat nebus sertifikat rumah saya yang sekarang sudah dibawa Endang. Terus saya juga disuruh buat pernyataan, yang dimana itu ada rinciannya. Bahkan disana juga saya disuruh menulis, bahwa rumah sudah dijual kepada Endang senilai Rp 150 juta. Padahal saya tidak merasa menjualnya. Pas selesai buat pernyataan, saya dipaksa ke Notaris juga pak untuk langsung balik nama. Ya saya nggak mau karena saya gak merasa menjual rumah itu. Saya takut sekali dengan ancaman mereka,” jelasnya.
Mendengar curhatan Eny yang sangat memilukan hati, Dodik Firmansyah selaku pemilik kantor Hukum D.Firmansyah, SH, sangat mengecam kejadian yang menimpa Eny ini.
“Saya sangat mengecam tindakan yang dilakukan oleh Endang dan kawan-kawan karena Utang-piutang tidak bisa dipidanakan. Hal itu sebagaimana diatur Pasal 19 ayat 2 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya pada Pasal 19 ayat 2: Tiada seorangpun atas putusan Pengadilan boleh dipidana atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang. Apalagi ada ancaman akan membunuh bu Eny dan juga memaksa dia untuk membuat pernyataan dan mengosongkan rumah tersebut. Bahkan Endang dkk juga menahan surat penting juga identitas milik bu Eny. Atas kejadian ini, kami akan melakukan konseling ke pihak Kepolisian untuk melaporkan kejadian ini,” jelas Dodik. (*)
Editor : Ida Djumila