Pasuruan, beritaplus.id | Demi mewujudkan Indonesia Bersinar (Bersih Narkoba) diperlukan kolaborasi dan sinergitas antar lembaga diantaranya Badan Narkotika Nasional (BNN), Kabupaten Pasuruan, Satresnarkoba Polres Pasuruan dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan. Salah satunya melalui pencegahan.
Kasatresnarkoba Polres Pasuruan, Iptu Agus Yulianto menilai pemakai narkoba bisa dikatakan sebagai pelaku dan korban. Ia tegaskan, tegak lurus dalam memberantas narkoba.
Baca juga: Terkait Kasus Pungli AJB Camat Wonorejo Akui Dipanggil Polisi
Ia menjelaskan, proses rehabilitasi bagi pengguna narkoba jenis sabu harus melalui prosedur. Hal itu tertuang dalam Perpol (Peraturan Polisi) Nomer 8 Tahun 2021 tentan Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia (Kejaksaan Agung) Nomer 15 Tahun 2020. Meskipun demikian, lanjut Agus, tidak semua pelaku narkoba bisa dilakukan rehabilitasi.
"Harus memenuhi kriteria atau persyaratan yang ditentukan oleh TNT (Tim Asesmen Terpadu) terdiri Kejaksaan, Kepolisian dan BNN," kata Kasatresnarkoba, Jumat (15/11/2024).
Bagi pengguna narkoba untuk mendapat rehabilitasi, sebut Kasatresnakoba, tidak pernah terlibat kasus narkoba (residivis). Barang bukti (BB) kurang dari 1 gram, tidak masuk daftar jaringan narkoba. Terkait tempat rehabilitasi, sambung dia, yang menentukan BNN. "Rehabilitasi bagi pengguna narkoba dibatasi. Artinya, kouta terbatas," imbuhnya.
Senada juga dikatakan, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Pasuruan, AKBP Erlang Dwi Permata mengatakan bahwa korban penyalahgunaan narkoba jenis sabu bisa mengajukan rehabilitasi asal barang buktinya dibawah 1 gram, tidak sebagai residivis, masuk jaringan peredaran narkoba.
"Tentunya melalui proses tahapan peraturan berlaku. Korban penyalahgunaan narkoba bisa mengajukan rehabilitasi," tegas Kepala BNN Kabupaten Pasuruan, AKBP Erlang Dwi Permata, Kamis (14/11/2024).
Ia menjelaskan, sebelum pelaku penyalahgunaan narkoba mengajukan rehabilitasi. Tentunya melakukan proses pemeriksaan oleh penyidik Polri. Apakah pelaku masuk katagori pemakai, pengedar atau bandar. "Penyidik akan memilah. Kalau barang bukti lebih 1 gram atau pelaku merupakan residivis tentunya tidak bisa diajukan rehabilitasi," jelasnya.
TAT (Tim Asesmen Terpadu) terdiri dari unsur polisi, kejaksaan dan BNN akan mempelajari pengajuan rehabilitasi yang diajukan oleh korban penyalahgunaan narkoba. Setelah dipelajari, TAT mengeluarkan surat RJ (Restorative Justice). "Korban penyalagunaan narkoba bisa dirawat Inap atau rawat jalan. Semua itu tergantung dari tim," paparnya.
Baca juga: Polisi Lidik Kasus Penyebar Video Asusila di Dalam Room Karaoke
Dinyatakan dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Berdasarkan regulasi tersebut, lanjut dia, negara melihat pecandu tidak hanya sebagai pelaku, tetapi juga sebagai korban dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba sehingga negara secara tegas mewajibkan upaya rehabilitasi kepada mereka.
Salah satu aspek penting dalam upaya rehabilitasi, kata Erlang, adalah menjaga keterpulihan dan menghindari potensi relapse (kekambuhan).
Untuk mencegah itu terjadi, menurut dia, mantan penyalah guna narkoba membutuhkan pendampingan dan pembinaan secara intensif.
"Mereka harus selalu berada dalam pengawasan dan pembinaan karena sindikat jaringan narkoba terus berupaya menarik dan mengajak kembali untuk menggunakan narkoba," pungkasnya.
Baca juga: Dipaksa Telanjang Oleh Pengunjung. Seorang LC Polisikan Penyebar dan Perekam Video
Lain tempat, Wiwik Tri Haryati, Praktisi Hukum menilai kebijakan politik hukum negara ke depan harus mempertegas bahwa para pengguna/pemakai narkoba dilakukan rehabilitasi, bukan hukuman penjara. Sementara sanksi pemidanaan hanya bisa diterapkan terhadap gembong, bandar, pengedar narkoba. Konsistensi negara melalui aparat penegak hukum amat penting dalam menerapkan perlakuan berbeda antara pengguna dan pengedar narkoba.
"Politik hukum kita, pemberantasan narkoba konsisten merehabilitasi baik medis maupun sosial bagi penyalahguna atau pemakai narkoba. Negara, fokus saja mempidanakan pengedar atau bandar narkoba, ini lebih tepat sasaran," ucapnya.
Avokad berkantor di Pandaan ini menilai, perlu upaya dekriminalisasi atau depenalisasi (pergeseran perbuatan pidana menjadi bukan pidana) terhadap aturan penyalahgunaan narkoba dalam Revisi UU Narkotika. Sebab, para pengguna atau pemakai narkoba sejatinya adalah korban yang melakukan kesalahan, bukan pelaku kejahatan.
Meskipun demikian, pengajuan rehabilitasi bagi pelaku atau korban narkoba harus dilakukan sesuai dengan regulasi yang ada. (dik)
Editor : Ida Djumila