Gresik, BeritaPlus.id – Dugaan penyalahgunaan aset desa kembali menyeruak, kali ini di Pasar Desa Sumput, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik. Pasar yang setiap hari dipadati pedagang dan pembeli itu ternyata menyimpan segudang persoalan serius: mulai dari pengelolaan lahan parkir yang tak jelas, hingga pemanfaatan gedung bagian barat pasar yang dianggap penuh rekayasa.
Alih-alih menyejahterakan warga, pengelolaan pasar desa ini justru diduga menjadi sumber bancakan tersembunyi. Semua indikasi dan desas-desus liar yang berkembang di masyarakat selalu bermuara pada nama Kepala Desa Sumput dan pengurus BUMDes yang diduga menjadi kaki tangan dalam mengatur arus uang masuk.
Baca juga: Mutu Pekerjaan Pavingisasi di Desa Sumput Dinilai Rendah
Setiap hari, ratusan kendaraan keluar masuk pasar. Uang parkir yang dipungut dari masyarakat seharusnya menjadi penyumbang besar Pendapatan Asli Desa (PADes). Namun faktanya, hingga kini tidak ada laporan resmi berapa jumlah riil pemasukan parkir.
Salah satu pedagang sayur yang enggan disebutkan namanya secara blak-blakan mengatakan bahwa mereka setiap hari bayar parkir, tapi sampai sekarang tidak pernah tahu uang parkir itu masuknya ke kas desa atau ke kantong pribadi. Kalau ditanya, jawabannya selalu muter – muter.
“Kami ini setiap hari bayar parkir, tapi sampai sekarang tidak pernah tahu uang parkir itu masuknya ke kas desa atau ke kantong pribadi. Kalau ditanya, jawabannya selalu muter-muter. Jelas ada permainan di situ,” ujarnya dengan nada kesal.
Sorotan juga tertuju pada gedung sebelah barat pasar desa. Gedung yang semestinya diperuntukkan untuk fasilitas umum, ternyata dikomersialisasi tanpa dasar yang jelas. Warga mempertanyakan legalitas sewa-menyewa gedung itu, termasuk kemana uangnya disetor.
Seorang aktivis lokalpun yang selama ini gemar melakukan pengamatan terhadap desa desa menegaskan terkait pembangunan Gedung barat yang sengaja dikomersialkan tetapi arah keuangannya diduga tidak jelas.
“Gedung barat itu sudah jelas aset desa. Kalau dimanfaatkan untuk kegiatan komersial tanpa mekanisme resmi, itu namanya penyalahgunaan aset. Ini bukan lagi soal administrasi, tapi soal dugaan korupsi. Kepala Desa harus bertanggung jawab.”
Pemerintah Pusat memberikan setiap Aturan tersebut secara Tegas namun dalam prakteknya muncul dugaan dugaan pelanggaran yang secara sistematis Dilanggar. Jika ditarik ke regulasi, apa yang terjadi di Pasar Desa Sumput bisa dianggap pelanggaran terang-terangan terhadap UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang mana pada Pasal 26 ayat (4) huruf c disebutkan kepala Desa wajib mengelola aset desa secara transparan, akuntabel, partisipatif, serta bebas dari konflik kepentingan. Bahkan di Permendagri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa – Pasal 5 ayat (1) juga jelas dikatakan bahwa aset desa dilarang disewakan, dipindah tangankan, atau dimanfaatkan tanpa persetujuan BPD dan pencatatan resmi.
Tidak berhenti pada Peraturan perundang-undangan ataupun Permendagri yang melarangnya namun Peraturan Peraturan turunannya seperti Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 tentang BUMDes juga ikut melarangnya, Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 tentang BUMDes tersebut berbunyi BUMDes wajib dikelola untuk kepentingan masyarakat, bukan jadi tameng Kepala Desa untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Di dalam undang undang lainnya disebutkan pada UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi Setiap pungutan liar dan penyalahgunaan kewenangan jelas dapat dijerat sebagai tipikor.
Seorang pengamat hukum desa dari Surabaya, Ahmad Fajar, mengatakan, “BUMDes bukan milik pribadi Kepala Desa. Kalau ada pendapatan dari parkir atau gedung barat pasar yang tidak masuk ke kas resmi, itu jelas maladministrasi. Kalau unsur memperkaya diri sendiri terbukti, Kepala Desa bisa kena pasal korupsi.”
Dalam beberapa pekan ke depan, masyarakat dan berbagai elemen desa akan menggelar audiensi resmi dengan Kepala Desa Sumput. Agenda ini dipastikan menjadi arena pembongkaran besar-besaran terhadap pengelolaan pasar, PADes, dan BUMDes.
Beberapa kelompok masyarakat bahkan sudah menyiapkan draf pertanyaan sadis untuk menyeret Kepala Desa ke sudut. Mengenai pertanyaan audensi beberapa warga masyarakat desa Sumput menjelaskan itu merupakan rahasia dan tidak mungkin dibuka sekarang.
“Itu masih kita rahasiakan pak, kalau pertanyaan pertanyaan itu kita buka sekarang,justru kepala desa ataupun kepala BUMDesnya akan bersiap siap” ucap warga yang mewanti wanti namanya untuk tidak disebutkan dalam pemberitaan.
Jika audiensi ini tidak menghasilkan jawaban yang memuaskan, masyarakat berencana melaporkan dugaan penyalahgunaan ini ke Inspektorat Kabupaten Gresik, Kejaksaan Negeri Gresik, hingga Unit Tipikor Polres Gresik. Pasar Desa Sumput kini menjadi simbol pertarungan antara kepentingan rakyat melawan kerakusan oknum penguasa desa.
Di satu sisi, pasar ini adalah urat nadi ekonomi masyarakat kecil. Namun di sisi lain, pasar justru disulap menjadi ATM pribadi yang diduga mengalir ke kantong Kepala Desa dan pengurus BUMDes. Jika dibiarkan, Pasar Desa Sumput bukan lagi milik rakyat, melainkan ladang rampokan berjubah legalitas desa. (*)
Editor : Redaksi