SURABAYA, BERITAPLUS.ID - Arus penolakan terhadap kebijakan Eri Cahyadi yang menerbitkan Surat Keputusan Walikota Surabaya nomor 100.3.3.3/208/436.1.2/2024 tentang Tentang Kawasan Penataan Reklame di Kota Surabaya, terus bermunculan. Setelah kampanye penolakan itu bergema di media sosial, kali ini muncul dari warga Surabaya yang mengatasnamakan diri “Arek Arek Surabaya”.
Ribuan warga Kota Surabaya yang tergabung dalam “Arek Arek Surabaya” menandatangani petisi dan menyampaikan Surat Terbuka. Surat Terbuka berisi kecaman terhadap Eri Cahyadi yang dianggap merusak estetika Kota Surabaya dengan menerbitkan Surat Keputusan Walikota Surabaya nomor 100.3.3.3/208/436.1.2/2024, yang mengizinkan pemasangan reklame dan billboard di tempat ruang terbuka hijau.
Dari salinan Surat Terbuka yang diterima wartawan, berikut isi lengkapnya :
Surat Terbuka Penolakan Arek Arek Surabaya atas Keputusan Walikota Surabaya nomor 100.3.3.3/208/436.1.2/2024 tentang Tentang Kawasan Penataan Reklame di Kota Surabaya.
Melalui Surat terbuka ini, kami dengan tegas MENOLAK!!! Keputusan Walikota Surabaya nomor 100.3.3.3/208/436.1.2/2024 tanggal 20 Agustus yang dikeluarkan oleh Bapak Eri Cahyadi ST., MT selaku Walikota Surabaya yang harus dicabut/dibatalkan.
Keputusan tersebut akan merusak wajah Kota Surabaya, kota yang sekarang sudah terkenal dengan kota hijau dan asri. Namun dengan adanya keputusan walikota tersebut, maka wajah Kota Surabaya akan kembali berubah menjadi wajah kota yang penuh billboard dan reklame yang pernah terjadi 20 tahun yang lalu.
Masyarakat bisa melihat di sepanjang jalan mana saja dan di jalur mana saja ratusan billboard dan reklame akan terpasang melalui surat keputusan Walikota tersebut.
Bahwa selama kepemimpinan Ibu Tri Rismaharini, taman-taman kota dibuat indah dan asri, namun apakah sekarang semua akan dibuat rusak begitu saja ?
Kami mempertanyakan dengan Walikota memperbolehkan pemasangan reklame yang masif ini, siapakah pihak yang diuntungkan? Apakah demi meraup keuntungan sebesar-besarnya bagi pihak tertentu sehingga harus mengorbankan estetika dan keindahan Kota Surabaya?
Informasi yang kami dapatkan, para pelaku usaha billboard dan reklame semua diperbolehkan memasang billboard dan reklame di jalu hijau dan fasilitas umum lain termasuk di kawasan cagar budaya, cukup dengan mengirim surat ke Walikota saja karena bila tidak ada kepentingan seharusnya melalui mekanisme tender. Namun bagaimanapun mekanisme yang ditempuh kami tetap menolak berdirinya ratusan “pohon-pohon” reklame tersebut.
Oleh karena itu, kami kembali tegaskan, bahwa kami MENUNTUT agar Keputusan Walikota Surabaya nomor 100.3.3.3/208/436.1.2/2024 tanggal 20 Agustus harus DICABUT dan DIBATALKAN.
Apabila tuntutan kami di atas tidak dipenuhi, maka AYO !!! AREK-AREK SUROBOYO DAN SELURUH MASYARAKAT KOTA SURABAYA terpaksa kita tidak memilih Bapak Eri Cahyadi ST., MT, sebagai Walikota Surabaya untuk kedua kalinya. Kita akan pilih Kotak Kosong sebagai Walikota yang tidak merusak estetika Kota Surabaya dan yang menghargai serta menjaga cagar budaya, pedestrian, taman, dan jalur hijau di Kota Surabaya.
Demikian surat terbuka ini kami buat dengan sebenar-benarnya, didasari atas hatu nurani yang bersih tanpa kepentingan apapun selain terjaganya Kota Surabaya yang kami cintai. Terima kasih.
Surabaya, 17 Oktoner 2024.
Terbitnya Surat Keputusan Walikota Surabaya nomor 00.3.3.3/208/436.1.2/2024 juga dikecam oleh Lembaga Seniman Dan Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI), yaitu Organisasi yang bernaung di bawah Nahdlatul Ulama (NU).
Ketua LESBUMI PCNU Surabaya, Luqman Hakim dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya menolak Surabaya jadi “hutan” reklame. Dia menilai, Surabaya yang dikenal sebagai kota jasa dan perdagangan, harus memiliki ruang hijau supaya tatanan kota Surabaya lebih elok dipandang masyarakat terutama wisatawan yang berkunjung ke Kota Surabaya.
Begitu juga dengan penataan reklame. Luqman Hakim setuju jika titik reklame diletakkan di pusat perbelanjaan bukan di arena ruang terbuka hijau. Apalagi, pusat bersejarah di Surabaya.
“Reklame jika dipasang di ruang terbuka hijau seperti taman atau pusat kebudayaan, itu merusak keindahan Kota Surabaya. Apa yang diperjuangkan selama ini oleh Ibu Risma agar Surabaya memiliki tatanan yang indah, seketika dirusak oleh kebijakan Eri Cahyadi. Kalau ada pohon yang menghalangi reklame, itu pasti akan ditebang. Pasti nggak mungkin tidak itu. Dan itu sangat beresiko, pohon-pohon di Surabaya ditebangi semua demi reklame,” ujar Luqman.
Luqman memberi contoh saat Risma marah melihat taman kota dirusak oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Menurut Luqman, ketika ada event di Taman Bungkul dan tanaman disana rusak oleh pengunjung, Risma sangat marah sekali.
“Harusnya pak Eri sebagai Wali Kota Surabaya bisa lebih dari bu Risma. Kalau Eri masih memaksakan zona hijau dijadikan reklame, harusnya berunding dengan warga Surabaya. Ketika membuat kebijakan, Pemerintah Surabaya tidak pernah melibatkan warganya. Kami dari LESBUMI, meminta agar Pak Eri mencabut keputusan Walikota Surabaya Nomor : 100.3.3.3/208/436.1.2/2024 Tentang Kawasaan Penataan Reklame. Karena Pjs Walikota Surabaya yang sekarang tidak bisa mencabut. Yang bisa hanya Eri Cahyadi,” tegas Luqman.
"Kami juga sudah menerima surat terbuka dari masyarakat. Yang mana mereka meminta agar pak Eri berjanji supaya keputusan tersebut dibatalkan. Bila tidak diindahkan, masyarakat enggan memilihnya kembali dan rame-rame akan mencoblos kotak kosong seperti yang terjadi di satu daerah di Indonesia," pungkasnya.
Sedangkan Pakar Tata Kota pernah mengingatkan jika ada area-area tertentu harus steril dari pemasangan papan reklame atau billboard, salah satunya ruang terbuka hijau dan cagar budaya.
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), Retno Hastijanti mengatakan, reklame tidak boleh dipasang di cagar budaya dengan klasifikasi utama. Sebab, kawasan itu berkaitan dengan peristiwa 10 November atau kesejarahan yang sangat kuat. Seperti di Jalan Pahlawan, Tunjungan, Darmo. Sedangkan cagar budaya tipe madya seperti di Jalan Bubutan atau Diponegoro. Yang boleh untuk pemasangan reklame, yakni cagar budaya madya dan pratama.
Anggota TACB Prof Johan Silas memberikan saran agar reklame yang dipasang di jalan tidak lebih dari 45 derajat. Ini demi keselamatan pengguna jalan ketika melihat reklame.
"Banyak videotron atau reklame yang tegak lurus jalan. Padahal, idealnya 45 derajat. Saat ini masih banyak reklame yang membahayakan pengguna jalan," kata Johan Silas.
Pakar tata kota itu menambahkan, pemasangan reklame juga tidak lepas dari strategi marketing. Namun, perlu diperhatikan estetika kota.
"Semakin hari reklame semakin bertambah. Dan, itu memang harus ditata agar keindahan kota terlihat jelas," tegasnya.
Lokasi penyelenggaraan reklame yang ditentukan dalam Keputusan Walikota Surabaya nomor 100.3.3.3/208/436.1.2/2024 tentang Kawasan Penataan reklame di Kota Surabaya,meliputi Jalan A Yani, Jala Arjuna, Jalan Biliton, Jalan Bung Tomo, Jalan Demak, Jalan Diponegoor, Jalan Gresik, Jalan Gubeng, Jalan Gunungsari, Jalan Hang Tuah, Jalan Ikan Dorang, Jalan Ikak Kakap, Jalan Jagir Wonokromo, Jalan Jagir Wonokromo Wetan, Jalan Joyoboyo, Jalan Kali Butuh, Jalan Kalijudan Merr, Jalan Kapasari, Jalan Kedung Baruk, Jalan Kedung Cowek, Jalan Kenjeran, Jalan Kusuma Bangsa, Jalan Mastrip, Jalan Ngagel, Jalan Pasar Kembang, Jalan Perak Barat, Jalan Perak Timur, Jalan Pulo Wonokromo, Jalan Ratna, Jalan Sidorame, Jalan Raya Gubeng – Sumatera, Jala Sisimanganraja, Jalan Dr Ir H Soekarno, Jalan Stasiun Wonokromo, Jalan Sulawesi, Jalan Sultan Iskandar Muda, Jalan Tol Surabaya – Gresik, Jalan Wonokromo.
Tampak reklame di Jalan A. Yani Surabaya. (Foto : ilustrasi)
Juga di Jalan Wonokromo Pasar, Jalan Wonokromo SS, Jalan Margorejo/Margorejo Indah, Jalan Prof. Dr Moestopo, Jalan Mayjend Sungkono, Jalan Adityawarman, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Raya Darmo, Jalan Raya Kertajaya, Jalan Manyar Kertoarjo, Jalan Gubernur Suryo, Jalan Yos Sudarso, Jalan Pemuda, Jalan Panglima Sudirman, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Embong Malang, Jalan Blauran, Jalan Tunjungan, Jalan Praban, Jalan HR Muhammad, Jalan Dharmawangsa, Jalan Bubutan, Jalan Dr Soetomo, Jalan Kedungsari, Jalan Jemursari, Jalan Ciliwiung, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Rajawali, Jalan Airlangga, Jalan Bali, Jalan Bronggalan, Jalan Dharmahusada, Jalan Tegalsari Sisi Timur, Jalan Wijaya Kusuma, Jalan Kedungdoro, Jalan Karimun Jawa, Jalan Bengawan, Jalan Pegirian, Jalan Pahlawan, Jalan Mayjend Jono Sewojo. (*)
Editor : Ida Djumila