Jogjakarta - beritaplus.id | Mantan Dirut Perum Perhutani 2005–2008, Dr. Transtoto Handadhari, menyoroti kebijakan pemerintah terkait Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) di Pulau Jawa. Menurutnya, kebijakan ini tergesa-gesa, berisiko ekologis, dan minim perhitungan terhadap daya dukung lingkungan yang kian kritis.
“Tanah Jawa hanya 6 persen dari daratan nasional, tapi dihuni lebih dari 150 juta jiwa. Hutannya tinggal kurang dari 10 persen. KHDPK justru memicu deforestasi dan bencana,” ujarnya.
Transtoto bersama aktivis lingkungan Acil Bimbo bahkan sempat mengirim surat kepada Presiden agar kebijakan ini ditinjau ulang. Namun, tidak direspons.
Ia mengajak semua pihak, termasuk akademisi, untuk tidak tunduk pada tekanan politik dan modal. Ia mendorong kompromi cermat antara ketahanan pangan dan keseimbangan ekosistem.
“Perlu kesetaraan nilai antara pangan dan perlindungan hutan. Ini bukan soal jargon, tapi kelangsungan hidup,” tegasnya.
Kritik juga datang dari para senior rimbawan seperti Haryono Kusumo, Bambang Adji, dan Eka Santosa, yang menilai KHDPK mengabaikan prinsip konservasi dan membuka celah konflik sosial.
Transtoto menutup pernyataannya dengan harapan: “Jangan rakyat terus jadi korban atas nama kebijakan yang dianggap tanpa risiko. (Suci/Trans)
Editor : Redaksi