PUSAKA : Tak Transparan, Bea Cukai Pasuruan Lindungi "Mafia" Pita Cukai

beritaplus.id
Lujeng Sudarto Direktur PUSAKA bersama Sugito menunjukan data jumlah pabrik rokok di wilayah Kabupaten Pasuruan.

Pasuruan, beritaplus.id | Direktur Pusat Studi dan Avokasi Kebijakan Publik (PUSAKA), Lujeng Sudarto, menilai Bea Cukai Pasuruan gagal menyediakan akses dan transparansi informasi kepada publik mengenai data perusahaan rokok di wilayah Pasuruan yang mendapat jatah kuota pita cukai.

"Keterbukaan informasi publik soal data perusahaan rokok yang menerima kuota pita cukai bukan termasuk atau terkecuali. Karena bukan termasuk dokumen yang dinilai membahayakan negara," kata Lujeng Sudarto pada awak media, Kamis (2/1/2025).

Baca juga: Hindari Pajak Tinggi, Pengusaha Rokok "Nakal" di Pasuruan Memilih "Ternak"

Tidak terbuka informasi publik, ia menduga Bea Cukai Pasuruan melindungi para "Mafia" bermain pita cukai. Dengan demikian, adanya potensi kerugian negara. "Rencana kita akan melaporkan kasus ini ke kejaksaan. Semua data perusahaan-perusahaan rokok yang menerima jatah kuota pita cukai kita serahkan untuk didalami penyidik," imbuhnya.

Baca juga: Dugaan Bea Cukai Lindungi "Mafia" Pita Cukai. PUSAKA Desak Kejari Lakukan Pengusutan

Senada juga diungkapkan, Sugito bawah pihaknya telah menyurati Bea Cukai Pasuruan. Intinya, kita minta data perusahaan-perusahaan rokok yang mendapat jatah kuota pita cukai. Namun, jawabnya (Bea Cukai) Pasuruan data itu masuk rahasia negara. "Bukan untuk dikonsumsi publik. Jelas kami sangat kecewa mendengar jawaban Bea Cukai. Karena NJO mempunyai hak sebagai kontrol sosial," ucapnya.

Baca juga: Rencana Perombakan AKD DPRD Kabupaten Pasuruan. PUSAKA Sebut Politik "Dagang Sapi"

Data perusahaan rokok di wilayah Kabupaten Pasuruan versi Disperindag Kabupaten Pasuruan ada 405 pabrik. Dari ratusan pabrik rokok itu, ada dugaan permainan pita cukai yang melibatkan "Mafia". Selain itu, ungkap dia, adanya indikasi praktik-praktik manipulasi tata niaga yang melibatkan para pemain. "Caranya manipulasi jumlah produksi rokok serta golongan untuk menghindari pajak lebih tinggi. Atau memberikan laporan fiktif seolah-olah pabrik rokok masih aktif padahal tidak produksi untuk mendapat jatah kuota pita cukai," pungkasnya. (dik)

Editor : Ida Djumila

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru