Surabaya, beritaplus.id —
Di atas lahan kosong di kawasan Medokan Ayu, Surabaya, rencananya akan berdiri megah gedung baru SMP Negeri Medokan Ayu — sekolah tiga lantai yang digadang menjadi simbol kemajuan pendidikan di timur kota. Namun di balik ambisi pembangunan senilai miliaran rupiah itu, terselip cerita administrasi yang tak biasa.
Berdasarkan penelusuran beritaplus.id di laman resmi LPSE dan SIRUP LKPP, proyek bertajuk “Bangunan Bertingkat 3 Lantai Ke Atas SMPN Baru Medokan Ayu” tercatat menggunakan metode e-Purchasing (E-Katalog Lokal) dengan nilai kontrak Rp 5,32 miliar.
Pagu anggarannya sendiri mencapai Rp 16,42 miliar, angka yang cukup besar untuk ukuran pembangunan sekolah baru.
Namun yang mengejutkan, tanggal kontrak proyek justru tercatat lebih awal daripada Rencana Umum Pengadaan (RUP).
Data menunjukkan kontrak ditandatangani pada 11 Juli 2025, sedangkan RUP baru diumumkan 30 September 2025 — dua bulan setelahnya.
Padahal, menurut Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, RUP harus diumumkan lebih dahulu sebelum ada proses pemilihan penyedia atau penandatanganan kontrak. Artinya, urutan tahapan yang tampak di sistem resmi pemerintah itu, jelas tidak biasa.
Lebih janggal lagi, dalam kolom realisasi paket, belum tercantum nama penyedia maupun NPWP perusahaan, tetapi status pekerjaan sudah tertulis “melakukan pengiriman dan penerimaan”.
Istilah ini lazim digunakan untuk pengadaan barang, bukan proyek fisik gedung bertingkat.
Metode e-Purchasing yang digunakan juga mengundang tanda tanya. Biasanya metode ini dipakai untuk pembelian barang atau jasa standar, bukan untuk proyek konstruksi tiga lantai yang kompleks.
“Tidak lazim,” kata salah satu praktisi pengadaan barang dan jasa di Surabaya yang enggan disebut namanya. “Kalau bangunan fisik, mestinya melalui tender jasa konstruksi.”
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Ir. Yusuf Masruh, M.M., saat dikonfirmasi wartawan beritaplus.id melalui pesan WhatsApp pada 3 November 2025, memberikan penjelasan singkat.
“Maaf, DAK pembangunannya bertahap... tidak 16 miliar. DAK nanti pelaksanaan diikutkan proses lagi tahap berikutnya,” tulisnya.
Yusuf menyebut dana pembangunan berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang memang dilaksanakan bertahap. Namun, penjelasan tersebut belum menjawab soal ketidaksesuaian jadwal kontrak dan RUP di sistem resmi.
Kejanggalan data ini langsung mendapat sorotan dari kalangan pemerhati anggaran. Dhimas Guruh Prabowo, Ketua DPP Perkumpulan Barisan Muda Astranawa, menilai perlu ada audit internal untuk memastikan tidak ada pelanggaran administrasi dalam proyek tersebut.
“Kalau kontrak benar-benar terbit sebelum RUP diumumkan, itu bisa masuk kategori pelanggaran prosedur dan berdampak hukum. Inspektorat dan APIP perlu memeriksa apakah ini kesalahan input atau memang prosesnya tidak sesuai,” tegasnya.
Ia menambahkan, proyek pendidikan seperti ini harus menjadi contoh keterbukaan, bukan justru menimbulkan pertanyaan publik.
Seluruh informasi dalam laporan ini bersumber dari data publik di LPSE dan SIRUP LKPP. Berita ini disusun sebagai bentuk kontrol sosial dan pengawasan publik atas transparansi penggunaan APBD Kota Surabaya Tahun 2025.(Syd)
Editor : Redaksi