x beritaplus.id skyscraper
x beritaplus.id skyscraper

Makna Hari Santri Nasional 2021 Santri Siaga Jiwa Raga

Avatar
beritaplus.id
Jumat, 22 Okt 2021 12:48 WIB
Politik dan Pemerintahan

Surabaya - beritaplus.id | Perayaan Hari Santri Nasional (HSN) yang dirayakan tiap tanggal 22 Oktober tidak lepas tiga konteks, pertama adalah Resolusi Jihad 1945 di Surabaya, penerimaan paham kebangsaan, dan kaum santri sebagai varian komunal dalam masyarakat. 

Pengamat Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Bagus Haryono Kohar menjabarkan, jika HSN dikaitkan dengan Resolusi Jihad 1945, maka makna resolusi adalah kewajiban bela negara dan tanah air bagi tiap individu sebagai refleksi proklamasi kemerdekaan dua bulan sebelumnya.

Kemudian dipandang terganjal oleh kedatangan tentara sekutu. "Jadi, resolusi ini jika dipandang lebih dalam merupakan sebuah sikap agama, karena dalam wacana kaum santri, setiap tindakan memiliki implikasi relijius di mata Tuhan, yaitu apakah tindakan ini benar atau salah.

Ketika ulama-ulama memutuskan berjihad menjaga kemeredekaan yang dinyatakan dua bulan sebelumnya," kata Dosen Filsafat Fakultas Sastra Universitas Dr. Soetomo ini, kepada media, Jumat (22/10/2021).

Sehingga lanjut dia, baik proklamasi dan mempertahankan kemerdekaan itu merupakan sebuah hal yang berdasarkan nilai agama yang dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.

"Maka ketika ada pihak-pihak yang waktu itu mengkonter dengan menerima kembali penguasaan Belanda, dianggap sebagai melawan fatwa relijius." imbuhnya.

Melalui fatwa jihad yang berasal dari rumusan penjabaran kitab-kitab tradisi Sunni itu.

Maka, lanjutnya menerima paham kebangsaan Indonesia merupakan sebuah keniscyaan.

Dengan kata lain, bebernya, proklamasi kemerdekaan dua bulan sebelumnya yang dipandang sebagai sikap relijius umat Islam Indonesia, dilekatkan pula nilai kebangsaan Indonesia yang tidak berkontradiksi. 

"Malah saling melengkapi. Dengan kata lain, disaat berjuang melawan kedatangan Belanda (dan boncengannya yaitu Inggris)," tegas Haryono. 

"Maka dengan berbendera merah putih, menyayikan lagu kebangsaan, lagu Indoensia Raya dengan suara instrumen musik, tidak dipadang sebagai hal-hal haram, syirik atau tercela, karena gugur dengan bendera merah putih atau demi proklamasi 17 Agustus yang berjiwa kebangsaan, bukan khilafah, tetapi justru merupakan sikap relijius yang bisa dipertanggungjawabkan besok di akhirat." beber Haryono.

Sementara, usaha kaum santri dalam menjaga tradisi mengisi sisi rohani bangsa ini, dinilainya sebagai epsitemologi dalam berpikir, berasa, dan beramal menjadikan bangsa kita memiliki ke khasan dalam membangun bangsa bersama dengan bagian dari masyarakat Indonesia lainnya, tanpa perlu merasa paling berjasa.

"Sifat dualitas santri dalam ber Indonesia dan ber Islam itulah yang menjadikan kaum santri menjadi salah satu penyanggah bangsa ini." ujarnya.

Ia menuturkan, negara-negara macam Libya yang Sunni, Afghanistan dengan tingkat prosentase Aswaja yang besar (di Indonesia diwakili oleh NU, Walsiyah, Perti, Nahdatul Wathon dsbnya) menjadi lumpuh dihancurkan karena masih sering mempertentangkan ke Islaman dan ke Libyaan atau ke Afaghanistanan dirinya.

"Yang ironisnya justru karena ideologi transnasional, yang di negeri asalnya secara politis dijinakkan, dan dikendalikan sesuai kepentingan pemerintah kerajaan." ucapnya.

Maka kehadiran ormas besar Aswaja seperti NU yang dengan tegas tidak mempertentangkan ke Islaman dan ke Indonesian, menurutnya menjadi kekaromahan ulama-ulama nusantara dalam berijtihad yang dipertanggungjawabkan secara relijius.  

"Kemenangan model keagamaan Aswaja yang dikawal santri, misalnya NU, membuktikan bahwa tesis kaum Islamophobia bahwa semakin Islam semakin teroris dan anti non muslim, justru tertolak. Mengapa? Karena justru di basis-basis pesantren, di jantung pendidikan santri, di banyak pesatren di Jombang, Rembang, Kendal , dan sebagainya, justru merupakan wilayah aman." papar dia. 

Bahkan, lanjut Haryono wilayah –wilayah yang tidak berakar pada santri, gerakan-gerakan transnasional yang masih membenturkan ke Islaman dan ke Indonesiaan masih terjadi.

Bukti sejauh ini tidak menjadi Libya dan Afghanistannnya Indonesia, terang Haryono merupakan bukti nyata bahwa kaum santri Indonesia menunjukkan penerimaan Islam sebagai nilai akidah dan kultural lebih mampu memberikan manfaat bagi segenap alam.

Dari pada Islam politik yang membenturkan sesama anak manusia yang merasakan sama sebagai bagian anak-anak Indonesia sebagaimana Reolusi Jihad dikumandangkan 76 tahun yang lalu. 

"Sebagai bagian penjaga marwah Negara Kebangsaan 17 Agustus 1945 yang baru dua bulan sebelumnya dikumandangkan tanpa mengkontraskan mayoritas atau minoritas. Pendatang atau penduduk asli, sekolah tinggi atau buta huruf, kaya atau miskin, ningrat atau anak yai atau jelata, santri atau abangan." seru Haryono  "Selamat memperingati Hari Santri Nasional!" pungkas Haryono.(ean)

Editor : Redaksi

Artikel Terbaru
Rabu, 27 Nov 2024 03:46 WIB | TNI dan Polri
Trenggalek, beritaplus.id – Kepala Kepolisian Resor Trenggalek AKBP Indra Ranu Dikarta, S.I.K., M.Si. bersama jajaran Forkopimda meninjau kesiapan sejumlah TPS ...
Rabu, 27 Nov 2024 03:38 WIB | Hukum dan Kriminal
Kukar, beritaplus.id– Perang terhadap narkoba terus di galakan oleh kepolisian, salah satunya, Polsek Tenggarong berhasil mengungkap kasus tindak pidana n ...
Rabu, 27 Nov 2024 03:34 WIB | TNI dan Polri
Belitung Timur, beritaplus.id -Hubungan Masyarakat, Manggar. Wakapolres Belitung Timur Kompol Evry Susanto, S.H., S.I.K., M.H. didampingi Komandan Koramil ...