BATU - beritaplus.id | Aliansi Selamatkan Malang Raya, menilai DPRD Kota Batu tak kunjung menerima suara rakyat, RANPERDA Kota Batu yang baru berpotensi mendorong bencana yang lebih besar. Hal tersebut, disampaikan Jansen Tarigan, Rabu, (24/11/2021) melalui Per Rilisnya.
"Pada tanggal 14 Oktober 2021, kami dari Aliansi Selamatkan Malang Raya mengirimkan surat permohonan hearing atau dengar pendapat dengan DPRD Kota Batu.
Sebagai salah satu bentuk partisipasi publik dalam mengawasi dan terlibat dalam persoalan tata kelola pemerintah dan lingkungan hidup di Kota Batu," kata Jansen.
Itu, kata dia, meminta untuk bertemu serta berdialog dengan DPRD Kota Batu selaku wakil rakyat.
"Harapannya suara kami dapat disampaikan dan difasilitasi untuk mendorong perbaikan tata kelola wilayah dan lingkungan di Kota Batu;" tegasnya.
Lantas, tegas dia, hearing tersebut, menurutnya sebagai respon dari aneka eksploitasi lingkungan di Kota Batu.
Salah satunya ialah adanya rencana eksploitasi di Sumber Umbul Gemulo pasca berhentinya The Rayja, yang kemarin di sekitar sempadan sumber mata air dibuat kolam-kolam budidaya ikan.
"Padahal seharusnya itu ditanami pohon keras, guna merawat mata air. Selain itu sumber mata air Gemulo juga dikelilingi oleh hotel-hotel yang menjamur, sehingga hemat kami penataan harus dilakukan," paparnya.
Selain itu, papar dia, persoalan lanjutan ialah adanya eksploitasi di Sumber Kasinan di Pesanggrahan.
"Sebelumnya di wilayah Alas Kasinan dibangun bangunan permanen untuk kebutuhan wisata buatan. Sehingga memicu mengering dan menurunnya debit mata air di sumber tersebut, yang bertipe sumber permukaan atau embak-embakan," ungkapnya.
Kini, ungkap dia, sumber Kasinan juga tengah terancam oleh pembangunan kereta gantung dan masuk juga di WKP Geothermal Songgoriti.
Dengan demikian, lanjut dia. "Persoalan serupa juga terjadi di sumber njombok Desa Sumberejo. Dimana, pembangunan objek wisata pemandian dibanguan persis di atas sumber mata air. Mengingat sumber mata air di Kota Batu mulai mengalami penurunan kualitas dan keuantitas, dari 111 mata air tersisa 53 dengan beberapa di antarnya mulai kritis," ujarnya.
Lantas, ujar dia, tidak hanya sumber mata air, alih fungsi lahan juga semakin masif, dari pertanian ke perumahan, hotel, villa dan wisata buatan yang mendorong hilangnya wilayah pangan dan resapan.
"Kondisi ini sebagian mendorong beberapa masyarakat membeli lahan di wilayah hulu yang merupakan kawasan hutan.
Sehingga alih fungsi kawasan hutan salah satunya disebabkan oleh alih fungsi berantai. Belajar dari bencana hidrometeorologi lalu, salah satu persoalan yang terjadi adalah, tidak ditegakkannya Perda Tata Ruang Kota Batu dan UU Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2000," bebernya.
Ini, beber dia, karena lemahnya koordinasi dan responsibilitas dari pemangku kepentingan, baik Pemkot, DPRD dan stakeholder terkait yakni Pemprov Perhutani dan lainnya. "Di tengah lemahnya penegakkan aturan, Pemkot Batu malah berencana menerbitkan Perda terbaru soal tata ruang. Yang substansinya sangat eksploitatif, di mana terdapat ketidakjelasn kalimat yang menekankan perlindungan kawasan esensial, baik hutan, mata air atau lahan hijau. justru dalam Perda (RANPERDA) terbaru ada beberapa poin yang diubah,"ucapnya.
Terlebih, ucap dia, terkait kawasan mata air dan kawasan hutan, yang memfasilitas investasi alih-alih melindungi dan menjaga. Kondisi inilah yang, menurutnya ingin disampaikan ke DPRD, apalagi RANPERDA ini sudah di ATR/BPN, dan akan diharmonisasi segera.
"Sebelumnya proses perubahan RanPerda ini sangat tidak terbuka, konsultasi publik yang eksklusif, tidak transparan dan akuntabel.
Salah satunya ialah KLHS hingga kini tidak dibuka ke publik. Kondisi ini menyiaratkan ada mal administrasi dalam pembutan suatu aturan yang vital," katanya.
"Dengan berlarutnya tanggapan atas permohonan hearing, dijelaskanya, dari Oktober dan belum ada jawaban dalam bentuk resmi.
Selain itu kemarin yang sudah dijadwalkan tiba-tiba dibatalkan mendadak, karena miss-komunikasi antara kesekretariatan DPRD dengan pihak DPRD," ungkapnya.
Itu, ungkap dia, menunjukkan tidak ada itikad baik dan tidak professional. Situasi tersebut menyiratkan sangat berjaraknya wakil rakyat dengan rakyatnya, lebih jauh kami menganggap mereka tidak pro terhadap tata kelola wilayah, ruang dan lingkungan.
"Padahal isu lingkungan dan perubahan iklim menjadi keresahan para pemimpin global dan UN. Tetapi di level bawah sangat tidak sensitif dan kurang perspektif lingkungan. Atas kondisi di atas kami menyampaikan tuntutan kami untuk DPRD Kota Batu, Dengan secepatnya mengagendakan hearing dengan aliansi, di akhir bulan November tanggal 29 November atau 30 November," mintanya.
Untuk itu, ia meminta agar DPRD Kota Batu harus berkomitmen pada penyelamatan lingkungan hidup dan bersama-sama belajar dari bencana untuk mendorong revisi RANPERDA agar lebih jelas, tegas dalam perlindungan kawasan mata air, hutan dan lahan hijau," pesannya. (Gus)
Editor : Redaksi