Jakarta - beritaplus id | Berangkat dari perdebatan masalah keluasan hutan Jawa terkait adanya kebijakan pemerintah ditetapkannya Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) seluas 1,1 juta hektare yang diantaranya sekitar 460 ribu hektare adalah hutan lindung yang dikawatirkan akan menjemput bencana lingkungan Dr. Ir. Transtoto Handadhari, M.Sc, planolog senior kehutanan, tetap pada pendiriannya bahwa tata ruang hutan Jawa harus diperbaiki bila Jawa menginginkan aman dari bencana lingkungan.
Transto yang Direktur Utama Perum Perhutani 2005-2008 bersama rekannya Ir. Moch. Firman Fahada, kini Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah V Banjarbaru-Kalsel, membeberkan hasil penelitian dan penghitungannya terkait kurangnya luas hutan Jawa maupun penetapan lokasinya.
Berdasarkan temuan Transtoto dan Firman tersebut saat menyusun Peta Posisi Lahan (PPL) pada tahun 2003 dalam usaha memperbaiki tehnik menghitung ulang penetapan hutan lindung dan fungsi-fungsi lainnya diperoleh data ilmiah bahwa lokasi dan luas hutan lindung Jawa banyak yang tidak tepat dan bahkan sangat kurang luasannya.
Sebagai gambaran dari luas daratan Jawa-Madura seluas 11,98 juta hektare ditemukan bahwa kawasan hutan yang sangat rawan bencana seluas 822,90 hektare (6,87 perseb). Hutan yang rawan bencana seluas 871.846 hektare (7,28 persen), dan yang agak rawan bencana seluas 869.111 hektare (7,17 persen).
Total kawasan hutan yang dipandang sensitif membuat bencana adalah seluas 2,55 juta hektare (21,3 persen) dari luas Jawa-Madura. Sedangkan di lahan luar kawasan hutan terhitung bahwa lahan yang sangat rawan bencana seluas 834,673 hektare (6,97 persen), yang rawan bencana seluas 1.912.671 hektare (15,96 persen) dan yang agak rawan bencana seluas 3.117.674 hektare (27,04 persen).
Total luas lahan sensitif di luar kawasan hutan Jawa sejumlah sekitar 49 persen atau 230 persen dari yang ada di kawasan hutan.
*Resume*
Mempertimbangkan angka-angka di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecukupan hutan lindung seluruh Jawa yang bisa melindungi daerah-daerah yang sangat rawan diperkirakan minimal harus ada hutan lindung inti yang tidak boleh disentuh seluas 13,84 persen dari daratan Jawa-Madura.
Apabila daratan yang rawan dan sangat rawan bencana wajib dihutankan untuk melindunginya, maka paling tidak harus ada hutan minimum seluas 34,08 persen.
Sedangkan apabila karena sifat lahan yang remah, dan curah hujan maupun intensitas pembangunan di Jawa yang besar, maka mau tidak mau memerlukan hutan dan tutupan lahan sampai seluas 70,29 persen.
Angka-angka di atas belum termasuk tambahan tutupan lahan bufferzone sekitar 10-15 persen. Maka luas hutan yang diperlukan Jawa-Madura dapat mencapai di atas 80 persen baik untuk hutan/kawasan perlindungan maupun produksi, yang jauh lebih luas dibandingkan angka eksisting hutan/kawasan hutan yang sebelum KHDPK hanya ada sekitar 16 persen. Itupun banyak diantaranya lahan kosong.
"Kebutuhan angka luas hutan dan tutupan pepohonan alamiah di Jawa tersebut sangat rasional dan jangan ditunda yang diantaranya juga bisa diperingan dengan mendorong penanaman hutan rakyat, kebun rakyat, membuat bangunan-bangunan konservasi tanah dan air, sumur-sumur resapan dan penggunaan tehnologi", ujar Transtoto.
Catatan lainnya menuryt Transtoto:"Masalah penetapan lokasinya juga harus disesuaikan kondisi lahan setempat seperti tergambar dalam PPL 2003 tersebut, memperbaiki peta tata ruang yang lama".
"Karena mendesaknya kebutuhan tata ruang yang relatif tepat metodologi pembuatan peta tata ruang Jawa-Madura tersebut layak dicontoh untuk dibuat di masing-masing wilayah pulau di seluruh Indonesia", pungkasnya (TH/dzul)
Editor : Redaksi