Jombang - beritaplus.id | Dengan gaya ngomong yang terkesan tidak lancar, Ketua Perwakilan Daerah (PD) Media Independen Online (MIO) Kabupaten Jombang Totok Agus Hariyanto, ikut urun rembug soal somasi yang dilayangkan Pj Bupati Jombang kepada jurnalis dan praktisi media massa WacanaNews.co.id, Sabtu (3/2).
Totok Bidik, begitu ia disapa, memandang sikap yang diambil Pj Bupati memiliki spektrum positif. Yakni mengajak pekerja pers untuk senantiasa bersikap dan bertindak profesional dalam bingkai kode etik jurnalistik.
Sebab, tegasnya, filosofis dan makna tertinggi dari sebuah berita adalah kesucian informasi. Suci itu artinya terbebas dari konflik of interest dalam bentuk penyusupan opini sang penulis berita alias wartawan.
Pada level ini, sambungnya, fungsi pers yang bernilai pencerahan (mendidik dan menghibur, sekaligus sebagai lembaga kontrol sosial) bagi kehidupan berbangsa dan bernegara bakal terpenuhi.
Suci itu berarti berbasis data dan fakta. Namun definisi soal data dan fakta bakal tidak mudah. Ruang perdebatan selalu muncul. Yang jelas, tutur Totok, kekuatan pers sebagai lembaga kontrol sosial terutama dalam mengawal kinerja pemerintahan bernilai sangat fundamental.
Kalau kinerja pemerintah tidak dikawal oleh pers, niscaya praktik penyimpangan terutama soal pengelolaan uang rakyat bakal tidak terkontrol. Disinilah dahsyatnya pers. Dan itulah yang disebut pilar ke empat demokrasi, “ujarnya.
Sekalipun begitu, sambungnya, pekerja pers tidak boleh bertindak melampaui kewenangan sebagaimana kode etik jurnalistik dan filosofi berita yang pada akhirnya bernilai penyesatan publik.
Totok menegaskan, jika somasi Pj Bupati Jombang dimaksudkan untuk kepentingan pembelajaran bersama, ia mengaku angkat topi dan memberi apresiasi yang setinggi-tingginya untuk itu.
Yang penting, tegasnya, somasi tidak dimaksudkan untuk membungkam ruang kontrol dan ruang dialektika publik yang pada gilirannya akan mengebiri fungsi pers sebagai kekuatan kontrol dan pilar ke empat demokrasi.
Tetapi jangan lupa, apakah kalau wartawan disomasi atau bahkan dituntut ke meja hijau terus menjadikan dunia wartawan kiamat? Saya pikir justru wartawan akan terlecut untuk memberikan kontrol terbaik dengan sajian data dan analisa yang tajam serta akurat, ujarnya.
Ditegaskan Totok, sepanjang sejarah perjalanan profesi wartawan dan LSM di negeri ini, dirinya mencatat ada 2 peristiwa besar yang layak dijadikan rujukan untuk diteladani.
Yakni kasus hukum majalah Tempo dengan produk jurnalistik bertajuk “Ada Tomy Di Tenabang” dan kasus hukum unggahan youtube oleh aktivis Kontras, Haris Ashar, dengan headline “Ada Lord Luhud Dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya
Kasus Tenabang adalah potret pertarungan meja hijau antara wartawan dengan pengusaha kakap yang sempat kalah di pengadilan tingkat pertama dan akhirnya dimenangkan majalah Tempo ditingkat kasasi.
Sedang kasus Haris Ashar melawan Luhut Binsar Panjaitan (Menko Marves), adalah potret pertarungan hukum antara LSM dan penguasa terkait pasal pencemaran nama baik yang akhirnya dimenangkan LSM.
Tentu saja buka soal menangnya pekerja pers dan pegiat LSM di meja hijau yang jadi ukuran, tegas Totok, tetapi intinya adalah bahwa masalah somasi dan tuntutan hukum itu hal biasa bagi wartawan dan LSM.
Jadi ya biasa saja, gak perlu berlebihan. Karena sejatinya somasi yang dilayangkan Pj Bupati kepada WacanaNews.co.id itu memang bagian dari mekanisme hukum biasa. Yang jelas dunia wartawan tidak akan kiamat hanya karena disomasi, tuturnya. (ajr)
Editor : Ida Djumila