Tuban, beritaplus.id - Penangkapan 12 orang yang diduga sebagai anggota KPORI (Kumpulan Penghimpun Organ Rakyat Indonesia) oleh Polres Tuban telah memicu polemik besar. Ketua Umum KPORI, Margoyuwono, menegaskan bahwa mereka bukanlah oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti yang dilaporkan oleh beberapa pihak, melainkan anggota resmi KPORI yang sedang menjalankan tugas untuk mengungkap dan memberantas praktik pertambangan ilegal di wilayah Kabupaten Tuban.
Penugasan ini, menurut Margoyuwono, dilatarbelakangi oleh laporan dari masyarakat yang mengindikasikan adanya aktivitas pertambangan ilegal yang meresahkan dan menimbulkan dampak lingkungan serius di wilayah tersebut.
Kronologi penugasan dan penangkapan
Menurut pernyataan resmi dari Margoyuwono, sebelum menjalankan tugas di Kabupaten Tuban, anggota KPORI telah melakukan kunjungan ke Polda Jawa Timur. Dalam kunjungan tersebut, mereka telah menginformasikan rencana aksi yang akan dilaksanakan di wilayah Jawa timur, dengan tujuan utama untuk mengungkap dan menghentikan aktivitas tambang ilegal.
Lebih lanjut, Margoyuwono mengungkapkan bahwa KPORI sudah menyiapkan skenario kegiatan yang dianggap perlu untuk mendukung misi ini, termasuk mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan siapa dalang dalam pemain tambang ilegal.
Namun, yang terjadi di lapangan justru berbeda. Anggota Polres Tuban menangkap 12 anggota KPORI yang sedang melaksanakan tugas tersebut. Penangkapan ini dilakukan secara sepihak, tanpa menyentuh pihak yang diduga terlibat dalam operasi tambang ilegal.
"Polres Tuban hanya mengamankan anggota KPORI saja, tanpa mengambil tindakan terhadap pemilik tambang yang diduga ilegal," tegas Margoyuwono.
Ia juga menyoroti maraknya tambang ilegal di wilayah hukum Polres Tuban, yang menurutnya telah menjamur dan menimbulkan keresahan di masyarakat, serta adanya indikasi pembiaran dari aparat penegak hukum (APH) wilayah Tuban dan sekitarnya.
Koordinasi dan tuduhan yang dilayangkan
Margoyuwono menyatakan bahwa dalam setiap kegiatannya, KPORI selalu dibekali dengan surat tugas resmi dan telah berkoordinasi dengan berbagai lembaga tinggi negara, termasuk Presiden Republik Indonesia (RI), Kapolri, Mahkamah Agung, DPR RI, dan Mahkamah Konstitusi. Namun, dalam kasus penangkapan ini, surat tugas tersebut dituduh sebagai dokumen palsu.
Lebih parah lagi, tindakan anggota KPORI dituduh sebagai aksi makar, terorisme, dan radikalisme, serta mengatakan keanggota KPORI adalah kumpulan orang orang halu. Begitu ucap dari oknum Polres Tuban
"Tuduhan bahwa KPORI melakukan makar, terorisme, dan radikalisme sama halnya dengan menganggap bahwa Presiden RI, Kapolri, Mahkamah Konstitusi, dan Mahkamah Agung, terlibat dalam kegiatan yang sama," ujar Margoyuwono dengan nada tajam.
Ia menegaskan bahwa tuduhan ini sangat tidak berdasar dan merusak reputasi KPORI sebagai lembaga yang bertujuan untuk membela kebenaran dan keadilan.
Komitmen untuk membela Anggota dan melawan ketidakadilan
Dalam pernyataan tegasnya, Margoyuwono menyatakan bahwa dirinya bertanggung jawab penuh atas seluruh kegiatan yang dilakukan oleh anggotanya. Ia juga berjanji untuk membela kebenaran dan keadilan, serta akan melaporkan tindakan Polres Tuban yang menghalangi tugas KPORI langsung kepada Kapolri.
"Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan terus memperjuangkan keadilan dan memastikan bahwa kebenaran terungkap. Kami juga akan melaporkan tindakan ini kepada Kapolri, agar ada evaluasi dan tindakan yang tegas terhadap aparat yang mencoba menghalangi tugas kami," tutup Margoyuwono.
Untuk diketahui, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tuban mengamankan 12 anggota KPORI. Kasat Reskrim Polres Tuban, AKP Rianto membenarkan penangkapan tersebut. Rianto yang akan bertugas di Ditreskrimsus Polda Jawa Timur ini menyebutkan, yang ditangkap sebanyak 12 orang.
AKP Rianto
Dijelaskan AKP Rianto, penangkapan terhadap 12 orang tersebut setelah Tim Reskrim Polres Tuban mendapat laporan dari pemilik tambang bahwa dia diancam dan upaya diperas oleh para terduga pelaku. Namun, Rianto tidak mau menyebutkan identitas para terduga pelaku maupun nama LSM yang dikaitkannya. Rianto hanya menyebut jika para terduga pelaku berasal dari Kabupaten Tuban dan luar Tuban.
Sedangkan pemilik tambang berinisial H, dan telah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi untuk proses penyelidikan. Menurut mantan Kapolsek Jenu ini, jika terbukti ada pidana, maka mereka disangkakan dengan pasal 368 ayat 1 KUHP tentang pemerasan subsider pasal 369 KUHP tentang pengancaman juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman kurungan penjara paling lama sembilan tahun penjara.
‘’Dalam waktu dekat, kami akan mengungkapkan identitas para pelaku dalam press release,’’ kata Rianto. (*)
Editor : Ida Djumila