Pasuruan, beritaplus.id | Sejumlah Non Governmental Organization (NGO) di Pasuruan melaporkan dua perusahaan yakni CV. BSA terletak Desa Susukan Rejo, Kecamatan Pohjentrek dan CV. UMF Desa Pakijangan, Kecamatan Wonorejo ke Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Pasuruan, Rabu (14/5/2025).
Lujeng Sudarto Direktur Pusat Study dan Avokasi Kebijakan Publik (PUSAKA) menilai, dua perusahaan berdiri dilokasi berbeda diduga melanggar Tata Ruang. Artinya, dua perusahaan yang dibangun tidak sesuai keperuntukannya.
"Tindakan ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 26 dan Pasal 29 ayat (4) UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang secara tegas melarang perubahan fungsi ruang tanpa izin perubahan peruntukan.
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai peruntukan ini mengancam ketahanan pangan, merusak tatanan ruang wilayah, dan membuka potensi sanksi administratif, perdata, bahkan pidana," kata Lujeng usai melaporkan dua perusahaan ke Satpol PP setempat.
Ironinya lagi, ungkap Lujeng, dua perusahaan itu disinyalir tidak mempunyai legalitas bangunan produksi seperti PBB dan sertifikat laik fungsi (SLF). Sebagaimana diwajibkan dalam UU No. 28 Tahun 2002 jo. PP No. 16 Tahun 2021. Padahal, bangunan yang digunakan untuk aktivitas produksi pangan wajib memiliki kelayakan fungsi, terutama terkait aspek keselamatan, sanitasi, dan tata letak.
"Ketiadaan SLF juga menunjukkan potensi pelanggaran kewajiban atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang didasarkan pada peruntukan bangunan dan fungsi ruang yang sah.
Jika terjadi insiden (misal kebakaran, pencemaran, atau keracunan akibat produk), tanggung jawab hukum dapat diperberat karena tidak adanya dokumen legal bangunan," jelasnya.
Sisi lain, Imam Rusdian Ketua LSM Cakra Berdaulat mempertanyakan izin edar dan kelayakan produk pangan olahan milik CV UMF. Setiap perusahaan memproduksi makanan wajib mengantongi izin edar BPOM atau minimal SPP-IRT dari Dinas Kesehatan untuk produk mie yang diproduksi.
"Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, produk olahan tanpa izin edar dianggap ilegal dan tidak dijamin keamanannya untuk dikonsumsi.
Izin edar merupakan bukti bahwa produk telah diuji secara higienis, komposisi aman, dan layak dijual di pasar," ujar dia.
Sedangkan, untuk CV BSA memproduksi es batu merupakan pangan risiko tinggi, sehingga wajib memiliki izin edar (BPOM/SPP-IRT). Pengujian air baku harus oleh laboratorium terakreditasi. Dokumen pelaksanaan program manajemen resiko (PMR) sesuai Per BPOM No. 10 Tahun 2023.
Ketiadaan izin edar, dan tidak adanya sistem PMR berpotensi menimbulkan risiko serius bagi kesehatan konsumen, terutama karena es batu dapat menjadi media penularan bakteri dan logam berat. Untuk itu, ia mendesak Satpol PP dan OPD terkait segera melakukan tindakan kepada dua perusahaan ini.
"Kami minta Satpol PP dan OPD terkait segera bertindak. Apabila ditemukan pelanggaran maka kedua perusahaan harus diberi sanksi sesuai aturan berlaku," tegasnya.
Sementara itu, Nurul Huda Kasatpol PP Kabupaten Pasuruan berjanji akan menindaklanjuti laporan teman-teman NGO. Sebelum melayangkan sanksi, terlebih dulu, pihaknya akan kros-cek perizinannya. "Kami cek dulu perizinan seperti apa. Kalau tidak ada tentunya ada sanksi yang akan diterima," pungkasnya. (dik)
Editor : Redaksi