Surabaya, beritaplus.id | Jelang diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru pada 2 Januari 2026 yang disertai dengan Hukum Acara Pidana, kajian hukum gencar dilakukan baik di kalangan praktisi dan akademisi hukum, termasuk di kalangan civitas akademika kampus.
Sejalan dengan hal tersebut, Program Studi Doktor Ilmu Hukum (DIH) Angkatan 49, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (FH UNTAG Surabaya) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Catatan Kritis Menyongsong Berlakunya KUHP dan KUHAP Baru" yang diselenggarakan secara daring melalui Zoom pada Rabu, 17 Desember 2025.
Pemantik pada FGD tersebut ialah Dr. Yovita Arie Mangesti, S.H., M.H., Pakar Hukum sekaligus Dekan FH UNTAG Surabaya; Ni Putu Eka Yuliarsi, S.H., M.H. yang merupakan Advokat dan Kurator; Dody Fitria Darissalam, S.H., M.H., yang merupakan Kanit Bhabinkamtibmas Polres Sampang, serta dimoderatori oleh Gunawan Hadi Purwanto, S.H., M.H. yang merupakan Advokat dan Dosen FH Universitas Bojonegoro.
Pemantik pertama, Dr. Yovita Arie Mangesti, S.H., M.H., memberikan catatan kritis terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Beliau memberikan 5 poin penting dalam pemaparannya.
"Poin penting yang harus menjadi sorotan adalah terkait asas legalitas, living law sebagai sumber hukum pidana, perubahan paradigma dalam hukum pidana, pertanggungjawaban pidana korporasi dan sistem pemidanaan", ujar Dr. Yovita dalam pemaparannya.
Ia memaparkan bahwa terjadi pergeseran dalam konsep pidana di Indonesia dari yang secara teori ialah berbasis legalitas berupa aturan tertulis (lege poenali) ke arah hukum yang hidup di masyarakat (living law) di mana umumnya merupakan hukum yang tidak tertulis.
Namun Dr. Yovita menyoroti perlu adanya penjelasan terkait living law yang mana yang dimaksud untuk dijadikan hukum pidana di Indonesia.
"Hal ini mengingat di Indonesia memiliki banyak etnis dan setiap etnis juga memiliki sub etnis. Bahkan masing-masing wilayah memiliki kearifan lokal tersendiri, sehingga harus dijelaskan living law mana yang dimaksud dan diberlakukan kepada siapa living law tersebut", tegasnya.
Sementara itu, pemantik kedua, Ni Putu Eka Yuliarsi, S.H., M.H., memaparkan analisisnya terkait perubahan paradigma pemidanaan dan implikasinya terhadap praktik advokasi. Ia menyampaikan bahwa akan banyak perubahan yang terjadi dengan diberlakukannya KUHP di 2026 seiring dengan pergeseran paradigma menuju arah restorative justice yang berbasis rehabilitasi.
"Kedepan, peran advokat bukan hanya sekedar pembela kepentingan klien semata, melainkan juga penjaga due process of law, menjadi seorang negosiator dan mediator", tegasnya.
Sementara itu, pemantik ketiga yakni Dody Fitria Darissalam, S.H., M.H., memaparkan pandangannya terkait dinamika pasca disahkannya KUHP baru dan RKUHAP yang akan diberlakukan pada Januari 2026 mendatang. Ia memaparkan pandangannya dari perspektif penyidikan sebagaimana profesinya di kepolisian.
Webinar tersebut berlangsung dengan penuh antusias oleh peserta. Hal tersebut tercermin dari jumlah peserta webinar yang lebih dari 200 peserta. Hal tersebut turut mendapatkan apresiasi dari Dekan FH UNTAG.
“Forum 17 merupakan agenda rutin yang diselenggarakan oleh Program DIH FH UNTAG setiap bulan di tanggal 17 dalam rangka meningkatkan wawasan akademis, diskusi ilmiah, dan keterlibatan dalam isu-isu kebangsaan dan hukum”, paparnya.
Hal ini sejalan dengan visi FH UNTAG yakni Terwujudnya Fakultas Hukum Unggul Dalam Pengembangan Ilmu Hukum, Berbasis Nilai dan Karakter Bangsa Pada tahun 2035.
“Ini tercermin dengan isu yang diangkat dalam forum 17 berupa isu hukum nasional seperti pemberlakuan KUHP 2023, di mana hal ini sejalan dengan salah satu Catur Dharma yang menjadi ciri khas UNTAG yakni patriotisme”, tandasnya. (*)
Editor : Ida Djumila