Pasuruan, beritaplus.id | Pemasangan alat deteksi pencemaran udara oleh tim pelayanan laboratorium terpadu didatangkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pasuruan di dekat lokasi yang diduga terpapar polusi dari PT Cargil dinilai hanya seremonial saja.
"Itu hanya seremonial. Karena alat yang dipasangkan dilokasi hanya beberapa hari saja," ujar Ketua LBH PIJAR, Lujeng Sudarto, Jumat (25/10/2024).
Ia menduga, adanya permainan antara oknum dinas dengan pihak PT Cargil. "Sebelum alat deteksi polusi udara dipasang dekat lokasi. Ada pertemuan antara dinas dengan perusahaan (PT Cargil) di sebuah rumah makan," ungkapnya.
Menurut Lujeng pemasangan alat deteksi polusi udara tidak akan efektif. Karena sudah ada komunikasi antara Pemkab Pasuruan melalui dinas terkait dengan pihak perusahaan. "Kalau Pemkab niat alat deteksi dipasangkan dua atau tiga bulan. Tidak hanya satu atau dua hari saja seolah-olah dinas hanya lips service saja," sindir Lujeng.
Apabila DLH dan pihak perusahaan melakukan komunikasi atau koordinasi yang dapat memengaruhi hasil tes, hal ini bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap asas transparansi dan kejujuran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
"Jika terbukti hasil tes dipengaruhi oleh komunikasi tersebut, maka DLH berpotensi melanggar Pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009 tentang manipulasi data lingkungan hidup," jelasnya.
Sesuai Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), khususnya pada: Pasal 65 ayat (1) yang menjelaskan bahwa masyarakat memiliki hak atas lingkungan hidup yang sehat. Sedangkan, Pasal 66, yang melindungi hak masyarakat dalam hal pelaporan dan pemantauan lingkungan, tanpa ada tekanan atau pengaruh dari pihak lain. Pasal 69 yang mengatur larangan untuk merusak lingkungan atau memanipulasi hasil pengujian lingkungan hidup. Sanksi Pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009: Setiap pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 69 dapat dikenakan sanksi administratif, termasuk: Teguran tertulis, Penghentian kegiatan sementara dan Pencabutan izin lingkungan.
Sedangkan sanksi administratif, jika pelanggaran menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan, pelaku juga dapat dikenakan sanksi pidana: Sesuai Pasal 97-100 UU No. 32 Tahun 2009, ancaman pidana bagi pelanggaran berat bisa berupa pidana penjara hingga beberapa tahun dan/atau denda yang nilainya mencapai miliaran rupiah tergantung pada dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan.
Editor : Ida Djumila