Pasuruan, beritaplus.id | Direktur Pusat Studi dan Avokasi (PUSAKA), Lujeng Sudarto mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan mengusut Mastermind dalam kasus korupsi pada program Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang diduga melibatkan banyak pihak. Ia menilai, kasus korupsi PKBM ini belum sepenuhnya terungkap. Sebelum pihak Kejari mengungkap siapa mastermindnya.
"Saya melihat kejaksaan hanya sentuh kulitnya saja. Mastermind belum diungkap. Penyidik harus berani mengungkap siapa-siapa saja yang terlibat. Jangan cuma kroco-kroco ditetapkan sebagai tersangka, diatas tidak," kata Lujeng Sudarto, Rabu (5/2/2025).
Ia berkeyakinan, dua tersangka Bayu Putra Subandi (BPS) Ketua PKBM Salafiyah Kejayan dan Erwin Setiawan (ES) Pegawai Tidak Tetap (PTT) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan ada yang menyuruh atau merintah. "Dugaan saya ES ada yang merintah. Tidak mungkin seorang PTT berani membuat kegiatan fiktif tanpa melibatkan orang diatasnya," ujar dia.
Diduga pada program yang merugikan negara miliaran rupiah itu ada potongan yang mengalir para pihak. Dirinya mendapat informasi, setiap PKBM di Kabupaten Pasuruan yang mendapat dana tersebut dipotong 10 persen oleh koordinator. Hasil potongan tersebut 'disetorkan' ke oknum pejabat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan.
"Penyidik harus mengungkap siapa-siapa saja yang yang menerima hasil potongan PKBM," imbuhnya.
Dia mengatakan pengungkapan, kasus korupsi tidak dapat dikatakan berhasil jika mereka yang terlibat hanya sebagian ditetapkan sebagai tersangka. Dikasus PKBM ini, dirinya berkeyakinan dua orang dijadikan tersangka ada unsur 'ditumbalkan'. "Kasus korupsi PKBM konspiratif dan didesain. Kejaksaan harus mengungkapkannya. Serta melacak kemana saja aliran duwet itu," sebut Lujeng.
Menurutnya, hal seperti ini tidak boleh dibiarkan. Karena tidak akan ada efek jerah bagi mereka yang menghalalkan segala cara untuk untuk kepentingannya.
"Pada kasus ini kami harap kejakasaan itu usut semua pihak yang terlibat, dari hulu ke hilirnya. Ini penting agar ada efek jerah. Biar kedepan tidak terjadi korupsi lagi," ungkapnya.
Dampak lain kata Lujeng, aspek penegakan hukum masih terbilang tebang pilih dan tidak menunjung prinsip keadilan. Ini menandakan bahwa kesenjangan belum dapat teratasi.
"Harus menegakkan keadilan. Jangan sampai mereka sama-sama korupsi tapi sebagian yang dibawa. Itu kan menimbulkan kesenjangan keadilan," tukasnya. (dik)
Editor : Redaksi