Penulis : Nayla Elrazqya Putri, STMIK Tazkia Jurusan Sistem Informasi
Bekasi, beritaplus.id | Fikih muamalah merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan sosial dan ekonomi antar manusia. Di dalamnya terdapat berbagai akad atau bentuk perjanjian yang diperbolehkan dan diatur oleh syariat, termasuk di antaranya adalah ‘Ariyah (pinjaman barang) dan Hiwalah (alih utang). Kedua akad ini memberikan solusi praktis dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam hal pertolongan, kepercayaan, dan penyelesaian utang-piutang.
1. ‘Ariyah () – Pinjaman Barang
‘Ariyah adalah akad peminjaman barang dari satu pihak kepada pihak lain untuk digunakan manfaatnya, tanpa merusak atau menghabiskan barang tersebut, dan barang tersebut harus dikembalikan setelah digunakan. Akad ini termasuk dalam kategori tabarru’ (tolong-menolong), bukan transaksi komersial.
Dasar Hukum:
Akad ‘ariyah diperbolehkan berdasarkan Al-Qur’an, hadis, dan ijma’ ulama. Salah satu dasar hadisnya adalah ketika Nabi Muhammad SAW meminjam peralatan atau kendaraan dari para sahabatnya.
Syarat-Syarat ‘Ariyah:
· Barang dapat dimanfaatkan tanpa mengurangi zat barang tersebut.
· Akad dilakukan dengan sukarela.
· Barang wajib dikembalikan dalam keadaan baik.
· Tidak diperjualbelikan selama masa pinjaman.
Contoh Praktis:
Meminjamkan sepeda motor, alat tukang, atau buku kepada teman untuk digunakan sementara waktu.
2. Hiwalah () – Alih Utang
Hiwalah adalah akad pemindahan beban utang dari seseorang kepada pihak ketiga yang bersedia atau wajib membayarkan utang tersebut. Tujuan utama hiwalah adalah memudahkan proses pelunasan utang dan memperlancar transaksi keuangan dalam masyarakat.
Dasar Hukum:
Hiwalah diperbolehkan dalam syariat Islam, sebagaimana hadis Nabi SAW:
"Penundaan pembayaran oleh orang kaya adalah kezaliman. Jika salah satu di antara kalian dihiwalahkan kepada orang yang mampu, hendaklah ia menerima." (HR. Bukhari dan Muslim)
Jenis-Jenis Hiwalah:
· Hiwalah Muqayyadah: Pengalihan utang dengan syarat tertentu, misalnya saat ada hubungan utang timbal balik antar pihak.
· Hiwalah Mutlaqah: Pengalihan utang secara mutlak tanpa syarat khusus, hanya berdasarkan kesepakatan.
Ketentuan Sah Hiwalah:
· Ada kesepakatan dari semua pihak (kreditur, debitur, dan pihak ketiga).
· Nilai utang jelas dan tidak boleh mengandung riba.
· Harus ada kejelasan siapa yang membayar dan kepada siapa.
Contoh Praktis:
A berutang kepada B, dan A menunjuk C (yang juga berutang kepada A) untuk membayar langsung kepada B.
Baik ‘ariyah maupun hiwalah merupakan akad yang mencerminkan nilai keadilan, tolong-menolong, dan efisiensi dalam Islam. Keduanya memberikan solusi praktis bagi umat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyelesaikan persoalan keuangan. Prinsip-prinsip tersebut memperlihatkan fleksibilitas syariat Islam dalam mengatur kehidupan sosial yang dinamis, tanpa mengesampingkan aspek kejujuran dan tanggung jawab.
Editor : Ida Djumila