Surabaya, beritaplus.id | Dewasa ini, Pergeseran dari pembelajaran berbasis guru (teacher-centered learning) ke pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) yang menuntut mahasiswa lebih aktif dalam aktivitas pembelajaran dan dosen menjadi fasilitator. Sebagai implementasi dari pergeseran metode pembelajaran tersebut, 25 mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra (FH UWP) menggelar praktik peradilan semu (mootcourt) pada Rabu, 16 Juli 2025 di Aula UWP Kampus Benowo.
Pada praktik peradilan semu tersebut, mahasiswa tersebut mempraktikkan simulasi sidang kasus pidana perzinaan. Seluruh mahasiswa yang terlibat dalam peradilan semu tersebut memerankan unsur-unsur persidangan di Indonesia, mulai dari majelis hakim, jaksa, panitera, terdakwa, penasehat hukum, korban, saksi dan sebagainya.
Pada sidang yang dipimpin oleh Agustinus Herry Krestianto sebagai Hakim Ketua dan Muhammad Azzamul Abid dan Mutia Ayu Wulandari sebagai hakim anggota, mensimulasikan persidangan layaknya persidangan sungguhan. Bahkan juga menampilkan drama yang sengit, terlebih kasus yang dipilih adalah perzinaan.
“Pertanyaan bapak menjebak, seolah menggiring saya untuk mengakui perbuatan yang tidak saya lakukan”, tegas Dina Wanda, yang berperan sebagai salah satu terdakwa pada kasus tersebut kepada penuntut umum.
“Anda tinggal jawab saja, iya atau tidak!. Tidak usah bertele-tele”, tukas Sonny Dwi, salah satu penuntut umum.
Beberapa kali hakim ketua mengetuk palu untuk mengkondusifkan suasana sidang yang mengalami ketegangan.
Pada akhirnya putusan akhir majelis hakim menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa dikarenakan kurangnya alat bukti.
Praktik peradilan semu tersebut selain dihadiri oleh sejumlah dosen dan mahasiswa FH UWP juga turut mengundang praktisi hukum di Jawa Timur sebagai dewan juri. Di antaranya ialah Dr. Erry Meta, S.H., M.H., yang merupakan Wakil Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Surabaya, serta Tis’at Afriyandi, S.H., M.H., Advokat dari Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UKBH FH UNAIR).
Tis’at menyampaikan sejumlah catatan penting terkait dengan pelaksanaan peradilan semu tersebut. Salah satunya ialah mengenai pemberkasan berupa dakwaan, tuntutan, pembelaan dan salinan putusan yang perlu diperbaiki.
Adapun Erry Meta mengapresiasi praktik yang dilakukan mahasiswa tersebut. Namun ia menekankan perlunya penghayatan dalam memerankan peran tersebut, seperti reaksi terdakwa dalam mendengarkan putusan bebas serta ketegasan majelis hakim dalam memimpin sidang agar tetap kondusif.
Salah satu perwakilan mahasiswa, Nobella Indradjaja, menyampaikan rasa terima kasih atas pengalaman berharga yang didapatkan selama mootcourt.
“Hampir dua bulan, kami rutin latihan, membangun chemistry team work satu sama lain. Terlebih banyak teman-teman yang rela cuti bekerja demi mengikuti kegiatan peradilan semu”, kata Nobella yang berperan sebagai Penasihat Hukum.
Dekan FH UWP, Dr. Andy Usmina Wijaya, S.H., M.H., menyampaikan praktik peradilan semu tersebut merupakan puncak dari Pendidikan Latihan Kemahiran Hukum (PLKH) yang dilaksanakan oleh para mahasiswa tersebut selama Bulan Mei - Juli 2025.
“Selain merupakan implementasi pembelajaran berbasis proyek, kegiatan peradilan semu ini sebagai wujud visi Legalpreneur yang dicanangkan oleh FH UWP.”, ujar Andy.
Ia menyampaikan bahwa sebagai Fakultas Hukum yang mengusung moto School of Litigators, pembelajaran di Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra (FH UWP) tidak hanya mengajarkan teori semata, melainkan juga praktik.
“Sebelum praktik peradilan semu ini, mahasiswa kami dorong untuk mengikuti magang di sejumlah kantor hukum yang bekerjasama dengan FH UWP. Harapan kami, supaya mahasiswa mendapatkan bekal sebelum nanti terjun sebagai praktisi hukum di tengah masyarakat setelah mereka lulus.” Tandasnya.
Editor : Ida Djumila