GRESIK, BeritaPlus.id - Satuan Reserse (Satres) Narkoba Polres Gresik menangkap sejumlah terduga pengedar narkoba pada Rabu, 16 Juli 2025. Penangkapan tersebut menjadi perhatian Sujiadi, warga Desa Petiken, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik.
Lantaran, salah satu terduga pengedar narkoba merupakan remaja yang pernah menyebabkan putranya meninggal dunia. Putra Sujiadi bernama Saputra Fibriansyah. Saputra Fibriansyah meninggal dunia pada 21 September 2021 dini hari atau perkiraan 04.30 WIB, di usianya yang ke-16 tahun.
Dari penelusuran , para terduga pengedar narkoba yang ditangkap Satres Narkoba Polres Gresik di Desa Petiken pada Rabu, 16 Juli 2025, antara lain :
1. Angga Saputra, disangka Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
2. Rino Putra Firmansyah, disangka Pasal 114 Ayat (1) Subs Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
3. Ahmad Riki Alfarizi Als Faris, disangka Pasal 114 Ayat (1) Subs Pasal 112 Ayat (1) Jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
4. Rizal Firmansyah Als Rizal, disangka Pasal 114 Ayat (1) Subs Pasal 112 Ayat (1) Jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dari 4 terduga pengedar narkoba tersebut, Sujiadi menyebut Rino Putra Firmansyah. Menyebut nama Rino Putra Firmansyah, Sujiadi tak bisa menahan kesedihannya. Karena Sujiadi teringat dengan anaknya, Saputra Fibriansyah, yang penyebab kematiannya diduga direkayasa.
“Saya yakin, Saputra Fibriansyah tidak mati karena kecelakaan saat berboncengan dengan Rino Putra Firmansyah. Tapi dia dibunuh oleh jaringan narkoba,” ungkap Sujiadi dengan mata berkaca-kaca teringat dengan Saputra, saat berbincang dengan wartawan pada Jumat, 18 Juli 2025.
Sujiadi berkisah, sebelum Saputra Fibriansyah meninggal dunia, dia menjadi bagian dari peredaran gelap narkoba. Sujiadi mengetahuinya dari gelagat Saputra Fibriansyah selama di rumahnya.
Saat tahu perilaku janggal Saputra Fibriansyah saat berada di rumahnya, kemudian Sujiadi menanyakannya. Dari situ, Saputra mengakuinya. Ada beberapa nama yang disebut oleh Saputra dalam jaringan narkoba tersebut, salah satunya Rino Putra Firmansyah.
Setelah dinasihati Sujiadi, Saputra Fibriansyah berhenti menggunakan narkoba. Dia menjaga jarak dengan kelompok jaringan narkoba. Namun itu tidak mudah. Menurut Sujiadi, Saputra Fibriansyah sering dihubungi oleh beberapa temannya agar kembali ke dalam jaringan narkoba. Tapi Saputra Fibriansyah tidak mengindahkannya dan menjaga jarak.
“Kemungkinan dari penolakan itu, Saputra Fibriansyah dihabisi oleh jaringan narkoba. Lalu kematiannya diskenario sebagai kecelakaan lalu lintas. Sekarang sudah terbukti, jaringan itu diungkap oleh Polres Gresik dengan ditangkapnya beberapa nama yang pernah disebut Saputra,” tegas Sujiadi.
Untuk diketahui, Saputra Fibriansyah tewas saat dibonceng oleh Rino Putra Firmansyah dengan motor Honda Beat warna merah, nomor Polisi (nopol) W 5871 DR pada 21 September 2021 dini hari atau perkiraan 04.30 WIB. Sedangkan Rino selamat, bahkan tidak mengalami luka yang serius.
Anggota Polisi (Polsek Driyorejo dan Polres Gresik) menyimpulkan, Saputra Fibriansyah tewas kecelakaan lalu lintas tunggal. Tapi dari luka dan barang bukti serta keterangan saksi yang ada, Sujiadi menilai, penyebab kematian Saputra karena kecelakaan sangat kecil.
“Jika tewas dibunuh sangat mungkin, karena terdapat bekas luka tusukan di bawah dagu, luka pukulan benda tumpul, dan luka lain. Apabila disebut kecelakaan lalu lintas tunggal seperti hasil kesimpulan Polsek Driyorejo dan Polres Gresik, kenapa pengemudi (Rino) tidak luka, lecet, dan bajunya bersih. Sedangkan Saputra dalam kondisi luka yang parah, tapi jaketnya bersih dari lumpur. Saputra saat kecelakaan ditemukan di parit. Jarak dengan sepeda motornya jauh,” jelas Sujiadi.
Dikatakan Sujiadi, jika kecelakaan tunggal, harusnya Rino juga terluka parah mengingat dia yang menyetir motornya. Dugaan rekayasa atas kematian Saputra diperkuat dengan hasil penyeledikan yang dilakukan oleh Irwasum Mabes Polri.
Beberapa perwira Polsek Driyorejo dan Polres Gresik saat itu yang menangani kasus kematian Saputra Fibriansyah dinilai melanggar kode etik. Mereka yakni :
1. Bripka Bambang Waluyo dan Bripka Beny Itano Saputra (saat kejadian ialah Anggota Unit Lantas Polsek Driyorejo) diduga melakukan pelanggaran karena saat melaksanakan tindakan pertama di TKP tidak sesuai prosedur.
2. Ipda Suhari (saat itu Panit Polsek Driyorejo) diduga melakukan pelanggaran karena menolak laporan Sujiadi (orang tua Saputra Fibriansyah).
3. Aiptu Abdul Kholiq dan Aipda Benny Haryo Sugihono (saat itu Banit Laka Lantas Polres Gresik) melakukan pelanggaran karena tidak segera olah TKP usai kejadian.
4. Ipda Suharto (saat kejadian ialah Kanit Gakkum Satlantas Polres Gresik) memerintahkan Abdul Kholiq dan Aipda Benny Haryo Sugihono untuk menetapkan Rino sebagai tersangka tanpa melalui mekanisme gelar perkara.
“Dari hasil keputusan itu, Propram Polda Jawa Timur tidak menindaklanjuti dengan menjatuhkan sanksi etik terhadap perwira dan anggota Polres Gresik dan Polsek Driyorejo,” ujar Sujiadi.
Karena itulah, Sujiadi (ortu Saputra Fibriansyah) kembali melaporkan ke Kapolri, Kadiv Propram, Bareskrim Polri, Irwasum Polri, Kapolda Jatim, Kabid Propram Polda Jatim, Irwasda, dan Direskrimsus Polda Jatim.
Upaya Sujiadi tersebut mendapat respon dari Kapolri. Melalui Surat Kapolri nomor R/1945/IV/WAS.2.4./2025/Itwasum tanggal 22 April 2025 yang diterima Sujiadi pada 24 April 2025, Kapolri mengutus Inspektur Pengawas Umum (Irwasum) Polri untuk menindaklanjuti aduan Sujiadi.
Kemudian Irjen Medisyam selaku Wakil Inspektur Pengawasan Umum Polri melalui surat nomor : B/8277/IV/WAS.2.4.2025/Itwasum, meminta klarifikasi ke Sujiadi untuk memperjelas perihal aduannya ke Kapolri.
Atas tindaklanjut Kapolri melalui Itwasum Polri, Sujiadi berharap ada secercah keadilan yang bisa didapatkannya selama bertahun-tahun berjuang mengungkap kejanggalan kematian Saputra Fibriansyah.
“Saya masih percaya, Allah itu adil. Dia akan membuka tabir misteri kejanggalan kematian Saputra Fibriansyah yang selama ini ditutupi oleh pihak-pihak yang saya duga sebagai terlibat dalam dugaan rekayasa kasus kematian Saputra Fibriansyah. Saputra Fibriansyah tidak mati kecelakaan lalu lintas, tapi dibunuh. Bukti berupa keterangan saksi, dokumentasi, dan rekaman menyebutkan itu peristiwa dugaan pembunuhan, bukan kecelakaan lalu lintas. Tidak itu saja. Motor Honda Beat nomor Polisi (nopol) W 5871 DR, yang terakhir dikendarai oleh Rino Putra Firmansyah yang membonceng Saputra Fibriansyah belum ditemukan oleh pihak Polisi. Itu sudah janggal,” jelas Sujiadi.
Dalam kasus kematian Saputra Fibriansyah, Rino Putra Firmansyah telah menjalani hukuman pidana penjara selama 4 tahun sejak sidang vonis di Pengadilan Negeri Gresik pada 25 April 2022.
Ketua Majlis Hakim Pengadilan Negeri Gresik dalam perkara nomor 49/Pid.Sus/2022/PN Gsk, Muhammad Fatkhur Rochman menyatakan, terdakwa Rino Putra Firmansyah terbukti melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang Undang Republik Indonesia nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
“Yang dikenakan kepada Rino Putra Firmansyah ialah Undang Undang Lalu Lintas, bukan Undang Undang pembunuhan. Saya akan terus memperjuangkan keadilan ini. Kepada Bapak Kapolri, Kapolda Jawa Timur, Bapak Kapolres Gresik, mohon dibuka lagi kasus kematian anak saya. Saya punya bukti-bukti kuat bahwa anak saya dibunuh. Saksi-saksi juga siap saya hadirkan,” harap Sujiadi. (*)
Editor : Ida Djumila