Jombang - beritaplus.id | 27 Mei 2024, Dalam beberapa bulan mendatang, Indonesia akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada tanggal 27 November 2024. Acara demokrasi yang dinanti-nantikan ini diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang benar-benar menjadi pilihan rakyat dan mencerminkan nilai-nilai demokrasi sejati. Namun, Wibisono, seorang aktivis yang dikenal dengan gerakan Reformasi 1998, mengingatkan akan bahaya hilangnya esensi demokrasi jika kontestasi politik dalam Pilkada tidak berkualitas.
*Pendidikan Politik yang Masif*
Baca juga: Dekat Dengan Masyarakat Kapolsek Bandarkedungmulyo Giatkan Kantibmas
Wibisono menekankan pentingnya pendidikan politik yang masif dan berkesinambungan sebagai fondasi dari demokrasi yang esensial. Tanpa pendidikan politik yang memadai, esensi demokrasi tidak akan pernah hadir di panggung politik. Partai politik, sebagai salah satu subsistem dalam sistem ketatanegaraan, memiliki peran krusial dalam hal ini. Jika perilaku dan pola politik para pelaku dalam partai politik rendah kualitasnya, maka tidak mengherankan jika nantinya mereka akan menganut paham pragmatisme yang merugikan rakyat.
*Pemimpin Pragmatis dan Dampaknya*
Salah satu ciri pemimpin pragmatis adalah kecenderungan untuk menghindari pemikiran yang rumit dan enggan mengurai kompleksitas masalah yang dihadapi rakyat. Kepemimpinan semacam ini lebih mengandalkan legitimasi elektabilitas daripada kapabilitas. Akibatnya, sektor-sektor strategis yang menyangkut kepentingan dan kebutuhan rakyat akan mengalami dampak buruk. Pemimpin yang hanya fokus pada elektabilitas cenderung tidak memiliki visi dan hanya berorientasi pada kepentingan jangka pendek.
*Demokrasi Tanpa Kualitas*
Dalam konteks Pilkada, para calon kepala daerah sering kali terjebak dalam strategi kampanye yang tidak berkualitas. Mereka lebih fokus mencari segmen pasar untuk kepentingan elektoral dengan memproduksi slogan, pose foto, dan kosa kata yang bertujuan meningkatkan popularitas tanpa memperhatikan substansi. Banyak calon yang hanya mencitrakan diri dengan pamer hasil survei pesanan yang tidak mencerminkan amanah rakyat jika mereka terpilih nanti. Hal ini semakin diperparah dengan budaya popular dan penggunaan media sosial yang membuat pemilih lebih memilih berdasarkan popularitas daripada kapabilitas calon.
*Peran Media dalam Demokrasi*
Wibisono juga menyoroti peran media dalam menjaga kualitas demokrasi. Jurnalis sebagai profesional yang diikat oleh kode etik memiliki tanggung jawab besar dalam menyajikan informasi yang faktual dan berimbang. Dalam konteks Pilkada, media diharapkan dapat membantu membersihkan polusi pada atmosfer politik yang keruh dengan memberikan berita yang berdasarkan fakta, bukan fantasi. Melalui pemberitaan yang etis dan faktual, media dapat membantu mereduksi mindset pemilih yang irasional dan mendorong terbentuknya demokrasi yang esensial.
*Mengakhiri Fenomena Politik Tidak Bermutu*
Fenomena politik tidak bermutu harus segera dihentikan sebelum aktor-aktor politik menghancurkan marwah demokrasi dalam kontestasi Pilkada yang sudah di depan mata. Perlu ada upaya bersama dari semua pihak, termasuk partai politik, media, dan masyarakat, untuk mengembalikan esensi demokrasi yang sejati. Dengan demikian, Pilkada 2024 dapat menjadi momentum bagi terwujudnya demokrasi yang berkualitas di Indonesia.
*Artikel ini ditulis oleh Wibisono, seorang aktivis 98’ yang terus memperjuangkan nilai-nilai demokrasi di Indonesia.*
Editor : Ida Djumila