Pasuruan, beritaplus.id | Sidang perkara dugaan penipuan dan penggelapan mobil yang menyeret anak pemilik bengkel Brama Motor, Hendra Naddy Kurniawan kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Bangil, Kamis (17/7/2025) sore. Dengan agenda keterangan saksi.
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kabupaten Pasuruan menghadirkan empat orang saksi diantaranya pasangan suami istri (Pasutri) ngaku korban. Sebelumnya, pria yang akrab disapa Koh Han ini didakwa melakukan tindak pidana penggelapan satu unit mobil milik pelanggannya, yang diperbaiki di bengkel wilayah Kecamatan Pohjentrek.
Hanya saja, dalam sidang lanjutan yang menghadirkan empat saksi, penasehat hukum terdakwa yakni Wiwik Tri Haryati geram. Advokat asal Pandaan itu kesal lantaran ada beberapa keterangan saksi yang dinilai janggal bin aneh.
Dinilai janggal, karena empat saksi yang dihadirkan mengaku tidak mengetahui nomor rangka dan mesin mobil dibelinya. Dua saksi Herianto dan istrinya Siti Hanifa yang melaporkan kasus ini ke polisi mengaku tidak tahu nomer mesin dan rangka. Tidak hanya itu, mereka juga membayar pajak. Sedangkan dua saksi lainnya adalah Rohim, saksi yang sempat disuruh korban mengantar aki dan Abbas calon pembeli mobil yang hilang.
Keempat saksi sama - sama tidak mengetahui detail nomor rangka ataupun nomor mesin mobil yang diduga digelapkan terdakwa. Padahal, dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) di polisi, keempatnya menyebut jelas.
"Ini kan aneh, kenapa para saksi bisa mengaku dalam persidangan tidak mengetahui nomor rangka dan nomor mesinnya, padahal dalam pemeriksaan di kepolisian yang mereka tanda tangani BAPnya jelas disebutkan," kata Wiwik sapaannya.
Ia menyebut, ada yang tidak beres. Untun itu dirinya akan mengajukan pemeriksaan saksi verbalisan atau saksi penyidik. Menurutnya, saksi verbalisan dalam sidang memiliki peran penting dalam proses pembuktian dalam persidangan.
"Jujur ada keraguan terhadap kebenaran BAP yang ada. Karena dalam sidang, para saksi menyangga keterangan yang ada dalam BAP. Pemeriksaan saksi verbalisan akan memperjelas fakta yang sebenarnya," jelasnya.
Disampaikan Wiwik, dalam BAP jelas disebutkan bahwa saksi mengetahui pasti nomor rangka, nomor mesin, dan informasi penting dari mobil yang diduga digelapkan oleh kliennya. Semuanya disampaikan secara jelas.
Di sidang selanjutnya, ia berencana akan mengajukan saksi ahli Grafologi. Saksi akan berperan dalam sidang, terutama dalam konteks forensik untuk mengidentifikasi penulis dokumen atau mengungkap motif di balik tulisan tangan.
"Grafologi dapat membantu menentukan apakah seseorang penulis asli atau tidak, menganalisis motif, termasuk memverifikasi keaslian tanda tangan, dan mengecek keaslian dan tahun berapa materai dibuat," urainya.
Wiwik menyebut, ada juga beberapa pengakuan yang tidak seperti apa yang diceritakan kliennya. Pertama, soal kepemilikan mobil yang dipermasalahkan. Dalam surat resmi, mobil itu milik PT Philip Morris.
Sedangkan, pengakuan para saksi terutama Herianto dan Siti Hanifa sebagai pemilik mendapatkan mobil itu dari salah satu temannya. Dalam sidang, saksi juga mengakui tidak ada bukti pelepasan aset dari perusahaan.
“Artinya, kalau memang mobil itu milik perusahaan atas nama pemiliknya, seharusnya ketika dijual harus
ada bukti pelepasan aset. Sedangkan sampai hari ini tidak ada bukti itu,” ungkapnya.
Termasuk, lanjut dia, pernyataan bahwa kliennya tidak pernah memiliki itikad baik untuk memberikan ganti rugi atas hal itu. Disampaikannya, upaya itu sudah dilakukan kliennya tapi menemui jalan buntu.
"Tidak terjadi kesepakatan karena pengakuan dari klien saya, mereka minta dua mobil awalnnya sebagai pengganti atau uang cash Rp 150 juta. Padahal harga mobilnya tidak sampai segitu," paparnya.
Dalam surat dakwaan, kasus ini bermula Mei 2022. Saat itu, Herianto menyerahkan mobilnya, Ssangyong SG-320, ke bengkel BRAMA MOTOR milik ibu terdakwa, dengan maksud untuk diperbaiki karena mobil dalam kondisi rusak.
Mobil itu dibeli dari Moch. Taufik sejak tahun 2020. Namun, selama dua tahun, mobil kerap bermasalah. Akhirnya dibawal ke bengkel BRAMA MOTOR setelah sebelumnya berkonsultasi langsung dengan terdakwa Koh Han.
Namun belakangan, mobil tersebut justru berpindah tangan secara ilegal. Pada tanggal 16 Mei 2022, mobil diambil oleh Agoes Tjandra Wah Oedi (DPO) dengan membawa fotokopi KTP dan BPKB serta uang sebesar Rp1,5 juta ke terdakwa.
Mobil diserahkan terdakwa ke Agoes karena menunjukkan fotokopi BPKB dan KTP. Saat itu, DPO mengaku mendapat perintah dari Moch Taufik, pemilik mobil ini sebelumnya. Karena dokumennya lengkap, diserahkan mobil itu.
Hanya saja, korban baru mengetahui bahwa mobilnya telah hilang pada Januari 2023, saat hendak menjual kendaraan tersebut kepada calon pembeli. Korban mengaku tidak mengetahui kalau mobil itu sudah berpindah tangan.
Ia juga akan membongkar skenario dibalik kasus yang menyeret kliennya. Dalam sidang tadi, pasutri ini juga memberikan kesaksian yang berbeda. Awalnya, Herianto mengaku kliennya tidak pernah datang ke rumahnya.
Namun, itu dibantah oleh istrinya, Siti Hanifa yang mengakui bahwa kliennya pernah datang ke rumahnya dan menawarkan damai dengan konsekuensi memberikan ganti rugi uang untuk mobil itu, tapi tidak bersepakat. (dik)
Editor : Redaksi