Palembang, BeritaPlus.id - PT Nividia Pratama selaku produsen pupuk merk Avatara tidak terima dikatakan memproduksi dan mengedarkan pupuk tanpa izin resmi atau ilegal sebagaimana dikatakan oleh pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Selatan (Sumsel). Kasusnya kini bergulir di Pengadilan Negeri Palembang, dan pemilik PT Nividia Pratama, Ahmad Effendy Noor, jadi Terdakwa.
Kuasa Hukum dari Ahmad Effendy Noor, Adi Bagus menyampaikan bahwa pupuk Avatara memiliki izin edar resmi yang diterbitkan pada tahun 2014. Meskipun izin tersebut sedang dalam proses pembaruan, perusahaan tetap memastikan bahwa distribusi pupuk sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Menurut Adi Bagus, uji coba yang dilakukan di Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap pupuk merk Avatara membuktikan bahwa efektivitas pupuk Avatara dalam mendukung pertanian berkelanjutan.
"Tidak ada petani yang merasa dirugikan oleh penggunaan Avatara," ujar Adi.
Adi menilai, kasus yang kini bergulir di Pengadilan Negeri Palembang dipandang sebagai bentuk kriminalisasi terhadap upaya Ahmad Effendy Noor dalam membantu petani. Tuduhan tersebut, menurut Adi, tidak mempertimbangkan niat baik perusahaan untuk menyediakan solusi pertanian yang ramah lingkungan.
"Fokus kami adalah membantu petani meningkatkan produktivitas tanah tanpa merusak lingkungan. Avatara hadir sebagai jawaban atas kebutuhan pupuk organik yang aman, efektif, dan terjangkau," jelasnya.
Adi mewakili PT Nividia Pratama berharap, kasus ini menjadi momentum untuk menepis berbagai tudingan negatif yang tidak berdasar. Pihak perusahaan juga berkomitmen melanjutkan inovasi dalam pengembangan pupuk organik berkualitas tinggi.
Kuasa Hukum Ahmad Effendy Noor menegaskan, "Kami siap membuktikan bahwa Avatara adalah produk yang sah dan mendukung kemajuan pertanian Indonesia. Tuduhan ini hanya mengalihkan perhatian dari kontribusi positif yang telah diberikan kepada petani."
Terkait dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengedarkan pupuk tanpa izin, Adi menjelaskan bahwa kliennya membeli izin tersebut tahun 2020. Saat itu masih badan usaha berupa CV dan diperbaiki dan diajukan untuk menjadi PT, yaitu PT Nividia Pratama Katulistiwa.
"Lalu klien kami mengajukan uji efektivitas di Unpad. Ketika persoalan ini muncul, klien kami telah menyampaikan, bahwa semua ini sedang melakukan uji efektivitas untuk mengupayakan perizinan. Namun penyidik beranggapan klien kami mengedarkan pupuk tanpa izin. Seharusnya perkara ini larinya ke perdata karena terkait perizinan saja, bukan karena tindak pidana. Dalam pemeriksaan, klien kami dijerat dalam perkara mengedarkan pupuk tanpa izin dan perlindungan konsumen, sedangkan dalam perkara ini tidak ada petani yang dirugikan,” terangnya.
Lanjut Adi, bahwa kliennya tidak merasa mengedarkan pupuk tanpa izin.
“Bahwa klien kami ini berniat membantu petani dan memberi manfaat kepada petani. Saat pemusnahan pupuk sebanyak 300 ton, malah ada celetukan dari petugas Tempat Pembuangan Akhir (TPA), mengapa pupuk ini tidak dibagikan kepada petani. Padahal petani sangat membutuhkan pupuk,” ungkapnya.
Sebelumnya, sidang dengan terdakwa Ahmad Effendy Noor digelar di Pengadilan Negeri Palembang pada Senin (18/11/2024). Agendanya ialah pemeriksaan saksi-saksi oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang yang diketuai oleh Sangkot Lumban Tobing. Saksi dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumatera Selatan, Rini Purnamawati melalui Jaksa pengganti Dyah Rahmawati.
Lima orang saksi yang dihadirkan ialah 2 saksi diantara dari pihak Kepolisian. Kemudian 2 orang saksi dari pihak Toko, dan satu orang saksi lagi dari distributor.
Untuk sesi pertama, JPU menghadirkan 2 saksi dari pihak Kepolisian bernama Ayu dan Faisal yang melakukan penangkapan. Dalam keterangannya, saksi menjelaskan bahwa penangkapan terhadap Terdakwa sekitar pada tanggal 25 Desember 2022 yang lalu bertempat di Toko Langgeng Juno Tani Bangunan di Jalan Palembang Jambi Km 16, Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin.
“Dari penangkapan terhadap terdakwa, ditemukan barang bukti berupa 300 ton pupuk,“ jelas saksi.
Saksi menjelaskan, untuk dua orang lain, Salahuddin Dzul Qarnain dan Lutfi, keduanya sudah diterbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO).
Saat ditanya Majelis Hakim terkait kebenaran pupuk tersebut palsu atau tidak, saksi mengatakan di hadapan Majelis Hakim bahwa pupuk tersebut tidak palsu.
“Pupuk tersebut tidak palsu yang Mulia dan kondisinya bagus. Dalam perkara ini, Terdakwa kami sangkakan dengan dugaan masalah izin edar dan Undang Undang Perlindungan Konsumen yang Mulia,” terang saksi. (*)
Editor : Redaksi