BATU – beritaplus.id | Pemerintah Kota Batu melalui Dinas Pekerjaan Umum Dan Tata Ruang (PUPR) memperbaiki jalan Oro-Oro Ombo yang berlubang, proses patching (tutup lubang) terpaksa dikebut malam hari sebagai tindak lanjut laporan masyarakat, karena jalan berlubang sepanjang jalan Oro-Oro Ombo membahayakan penguna jalan dan memakan korban kecelakaan. Kamis, ( 18/11/2021).
Perbaikan jalan mendadak malam hari dilakukan Dinas PUPR akibat ada kecelakan yang terjadi di jalan berlubang jalan Oro-oro Ombo.
Sementara, Wakil Ketua Komisi 1 DPRD Kota Batu, Nurochman mengingatkan jalan yang berlubang sepanjang jalan Oro-Oro Ombo sudah satu bulan belum dikerjakan. Oleh karena itu, Ia menegur Dinas PUPR untuk segera memperbaiki jalan tersebut.
" Sudah saya ingatkan Dinas PUPR, untuk segera memperbaiki jalan berlubang tersebut, karena sangat membahayakan penguna jalan, masak sudah satu bulan pengerjaan tutup lubang tidak di kerjakan, kalau ada yang jatuh, siapa yang bertanggung jawab " tegasnya.
Musim penghujan saat ini mengakibatkan banyak jalan tambah rusak khususnya di sepanjang jalan Oro oro Ombo, bahkan jalan berlobang yang semakin dalam sudah memakan korban laka tunggal pengendara motor.
Dari sumber yang tidak mau disebutkan nama, jalan berlubang Oro-oro ombo telah mengakibatkan terjadinya laka tunggal, tragisnya, dari salah satu korban laka warga Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, tempurung kepalanya pecah dan sekarang masih dalam perawatan. Dan menurut informasi korban tersebut, dikabarkan telah mendapat bantuan dari Dinas PUPR Kota Batu hanya sebesar Rp 5 juta.
Kebenaran kabar itu, dibenarkan Kepala Dinas PUPR Kota Batu, Alfi Nur Hidayat, Kamis, 18/11/2021.
" Kami prihatin dengan musibah kejadian ini dan kita telah berupaya maksimal untuk memberikan bantuan," kata Alfi.
Selain itu, Dinas PUPR mengaku juga telah berikan teguran ke pihak pelaksana kegiatan karena ini masih dalam proses pelaksanaan kegiatan.
" Kita monitor pihak pelaksana juga telah memasang rambu - rambu peringatan. Sekali lagi kami sampaikan permohonan maaf atas kejadian ini," ucap Alfi singkat.
Sementara itu, ketika beritaplus.id ingin mengali informasi akan terjadinya laka dari masyarakat sekitar, salah satu warga sekitar yang tidak mau disebukan namanya mengatakan santunan yang diberikan Dinas PUPR tidak setimpal dengan sakit yang diderita korban kalau sebatas hanya mendapat bantuan uang besarannya Rp 5 juta.
" Itu bakal cacat permanen " ujarnya.
" bekas lubang - lubang jalan tersebut, karena digali oleh rekanan yang bakal mengerjakan tambal sulan jalan," jelasnya.
Itu, jelas dia, korban bakal cacat permanen karena kecelakaan karena terperosok lubang jalan, dan lubang - lubang jalan tersebut, diduga dilakukan rekanan alias kontraktor yang mengerjakan proses tambal sulam jalan.
" Yang saya heran, apakah pihak yang berwewenang tidak memberi sanksi hukum terhadap rekanan atau dinas terkait. Korban jatuh disebabkan karena lubang yang ada dijalan, sedangkan lubang - lubang tersebut, dikabarkan dilakukan oleh rekanan yang bakal mengerjakan perbaikan jalan ," timpalnya.
Hal ini disebutkan oleh praktisi hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Komunitas Rakyat Anti Korupsi (LBH KORAK) Deden Suprapto,SH, ketika dimintai pendapat mengenai jalanan rusak membuat keselamatan pengendara terancam. Banyak korban kecelakaan lalu lintas yang timbul karena jalanan rusak.
Deden mengatakan kalau jalanan dibiarkan rusak dan menimbulkan kecelakaan, pemerintah sebagai penyelenggara jalan bisa dituntut.
" Dasar hukum soal pemerintah bisa dituntut karena membiarkan jalanan rusak tertuang dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ", terangnya.
Dalam Pasal 24 disebutkan, penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Dijelaskan lebih lanjut, dalam Pasal 24 ayat 2, jika perbaikan jalan yang rusak belum dapat dilakukan, maka penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak. Pemberian tanda atau rambu itu untuk mencegah terjadinya. Jika tak segera memperbaiki jalan sehingga menimbulkan kecelakaan lalu lintas, maka pemerintah yang bertanggung jawab sebagai penyelenggara jalan bisa dikenakan sanksi.
"Ada jalan provinsi dan lain-lain, tergantung jalannya. Baru kemudian siapa yang bertanggung jawab pemeliharaan jalan tersebut," kata Deden.
"Yang bertanggung jawab, misalnya Kementerian PUPR kalau di jalan nasional. Kalau di provinsi dinas, kalau di kabupaten/kota suku dinas. Jadi ada penanggung jawabnya."
Dijelaskan lebih lanjut, dalam Pasal 24 ayat 2, jika perbaikan jalan yang rusak belum dapat dilakukan, maka penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak.
Pemberian tanda atau rambu itu untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas. Jika tak segera memperbaiki jalan sehingga menimbulkan kecelakaan lalu lintas, maka pemerintah yang bertanggung jawab sebagai penyelenggara jalan bisa dikenakan sanksi.
Berikut ini sanksi bagi penyelenggara jalan yang tidak segera memperbaiki jalan rusak sesuai Pasal 273 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009.
(1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
(4) Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). "
Sudah pasti, ada sanksi hukumnya, akibat dari semua itu karena sudah di atur UU", pungkasnya. (Gus)
Editor : Redaksi