Jakarta-beritaplus.id | Kepolitikan yang telah ada sejak sebelum kemerdekaan RI rupanya tidak menarik untuk dimanfaatkan oleh para rimbawan khususnya dalam menetapkan dan menjaga kebijakan pelestarian hutan.
Akibatnya tidak pernah ada pembelaan politik terhadap 140 juta hektare hutan kita yang kini sekitar 40 persennya telah rusak parah, dan sekitar 30 persen talah beralih fungsi dan status.
Kondisi agar tidak alergi terhadap pentingnya kepolitikan sebenarnya sudah lama diserukan oleh Dr. Transtoto Handadhari, rimbawan KAGAMA, antara lain dalam tulisannya berjudul "Rimbawan Kehutanan" di Majalah Tropis (2000), Harian Kompas (2000), di dalam Platform Perjuangan Partai Politik (2002-2004) dan Majalah Gatra (2004).
Kepekaan yang tidak muncul dari para rimbawan mengakibatkan pengelolaan dan pemanfaatan hutan, khususnya hasil kayu serta proses alih status lahan kawasan hutan terjadi besar-besaran tanpa kendali.
"Sayang sekali, hutan setelah porak poranda kebijakan pemuliaan hutan hampir tidak dilakukan. Pembuatan dan perawatan pohon jadi sangat kurang diperhatikan", keluh Transtoto yang Deklarator Pemuliaan Hutan Tanpa Kecurangan 22 Februari 2022 di Gunung Kidul itu.
Kebijakan kehutanan cenderung lebih bersifat menghabiskan yang tersisa, bukannya memperbaiki kerusakan yang ada.
"Sedangkan politik punya peran penting membuat aturan dan penganggaran serta mengawasinya", ujar Transtoto.
Bekas calon Menteri Kehutanan lebih dari 4 (ampat) kali itu memgajak para rimbawan untuk bangkit masuk ke dunia politik, menguasai basis-basis Partai Politik di Dewan Legislatif Pusat sampai Daerah.
Transtoto sendiri menyatakan siap terjun ke dunia politik demi pelestarian sumber daya hutan sebagai inti lingkungan hidup yang dicintainya.
"Partainya apa?", tanyanya yang dijawabnya sendiri:"Partai yang baik penuh perjuangan tanpa kecurangan"(jar).
Editor : Redaksi