Jogjakarta - beritaplus.id | Kemajuan tehnokogi yang semakin maju, malah cenderung bisa mengkhawatirkan. Memudahkan untuk disalahgunakan dan dipakai untuk menyempurnakan penìpuan.
Meski kemajuan tehnologi ini diakui banyak sekali manfaatnya untuk efisiensi dan praktis-cepat- murah, tapi apabila bebas tanpa kendali sangat bisa menyebabkan hal-hal yang negatif, apalagi negara sedang kisruh begini.
Salah satu kemajuan tehnologi yang sedang memuncak adalah tehnologi AI (artificial intelligence) yang serba pintar.
AI dapat digunakan dalam berbagai bidang yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia, disamping yang lain seperti berkembangnya robot cantik, "hidup" dan cerdas, apalagi bisa hamil. Luar biasa (!).
Kecanggihan tehnologi AI ini mampu membuat tontonan fiksi menjadi imajinasi gambar dan suara nyata. Sangat halus, sempurna dan digemari.
Perkembangan pemikiran manusia sangat cepat. Dulu kala manusia dianggap hebat bisa bikin beras palsu, telor palsu, matahari palsu, kloning domba, tehnologi senjata dan keajaiban lainnya.
Sekarang dengan menggunakan AI bisa merubah suara persis seseorang, bisa dibuat adegan-adegan percintaan antar orang yang tidak saling mengenal, orang dapat dengan sekejap jadi harimau, bayi bicara, suara peminpin yang dikenal publik, dan segala macam yang tampak asli, serta lain-lain yang mengerikan seperti terjadi tzunami, gunung runtuh, kebakaran hutan, perang besar, entah "sihir" apalagi.
AI membuat sajian tehnologi cerdas yang populer dan menimbulkan rumor di medsos dan TV yang membuat berjuta orang menontonnya, menimbulkan kasak kusuk yang tidak mendidik, ditambah di negeri ini "bebas" bicara, memaki, dianggap "apa saja" boleh. Iklan obat yang disuarakan menteri dokter, artis top dan dukun menjadikannya sajian "membohongi" dan dipercaya.
Semua itu ditambah judul-judul manipulatif dan ketidakjelasan yang menjebak yang merupakan taktik jurnalisme menjadikan publik terkecoh dan tidak mendidik.
Tanpa soal AI, jutaan masyarakat juga sedang hangat diberitakan "waah" di medsos, tentang orang-orang tertentu memiliki uang trilunan rupiah. Ditengah maraknya kemiskinan, koruptor yang dijadikan barter-barter politik, hutang negara dan cekikan pajak rakyat.
Berapakah banyaknya angka satu triliun rupiah? Hampir tidak ada yang tahu, karena sangat sedikit orang yang bisa menghitung jumlah nol-nya, serta tak bisa dibayangkan buanyaknya uang T itu. Atau tampaknya terlalu dibesar-besarkan. Ataukah sebegitu besarnya ketimpangan sosial-ekonomi di negeri kita kini?
Sangat ironis, di kota pensiunan favorit Jogjakarta bertebaran "manusia silver", dan orang kurang beruntung, yang mengais uang kecil yang lusuh untuk bisa sekedar makan di warung kecil berdebu.
Adalagi sajian yang biasa diuggah di medsos. Kejadian tanpa judul pertikaian di masyarakat. Lakonnya nyata, nama pelakunya ada, seraggamnya resmi polisi/tentara, ormas, nama premannya ada, dan lain-lain. Bahkan sering ada senjata api digunakan dan "door". Korban (pura-pura) mati menggeletak. Apakah kejadian sadis seperti itu dibolehkan di negeri hukum dan damai ini? Tayangan yang tidak mendidik.
Tontonan lain yang spektakuler sampai berita yang ngawur menyindir pemerintah terkait pengambilan aset dan tabungan uang "nganggur", ganasnya pajak, berkeliarannya koruptor yang "maling teriak maling", dan sulitnya jual barang, sulitnya kehidupan, pajak menjadi perasan yang menakutkan, kayaknya melatarbelakangi semua kekisruhan negeri saat ini.
Transstoto Handadhari, rimbawan senior Kagama yang masih aktif memimpin 5 (lima) LSM bersih dan kelompok-kelompok sosial menyayangkan pesatnya aplikasi bebas tehnologi canggih itu dan merosotnya adab masyarakat, hilangnya penghormatan kepada pemerintah/DPR/aparat akibat menggilanya korupsi besar-besaran, makin terkikisnya kejujuran, meningkatnya penipuan, sibuknya orang yang punya kesempatan mengeruk sumber daya kekayaan bangsa, pura-pura tidak tahu kalau gaji pensiunan tertinggi PNS dan Pati TNI hanya Rp,4-5 juta per bulan. Gaji pembantu di Jakarta tahun 2024 Rp. 2 juta-pun berebutan. Menggambarkan betapa sulitnya kehidupan rakyat kecil.
"Untung ada BPJS Kesehatan, meski cepat prosesnya tapi hindari Pegadaian yang mahal bunganya", gumannya tersenyum.
"Pemerintah harus menjaga ketertiban dan kesantunan membatasi kebebasan penggunaan tehnologi canggih itu. Setiap tayangan harus dicantumkan tingkat judul beritanya. Apakah fiksi, ataukah kejadian nyata yang lama (?) yang mencantumkan detil informasinya. Judul juga jangan hanya dibuat untuk menghibur dan mengecoh masyarakat yang "lapar" kejujuran dan berita kesejahteraan apa adanya. Juga jangan bikin kecut rakyat yang sedang susah dengar ada yang punya uang sebanyak T rupiah itu", tutup Transtoto, yang mantan Dirut Perum Perhutani kepada media.
(Murti)
Editor : Redaksi